Selasa, 13 November 2012

Sumarak 4



Dengan berdasarkan kesuksesan Sumarak 1,2 dan 3 yang telah sukses mengumpulkan para pesilat Sumatera Barat untuk mempertahankan eksistensinya di kancah persilatan Sumatera Barat. kali ini, dalam rangka hari jadi Kota Bukittinggi yang ke-288, akan digelar Sumarak ke-4. Event yang akan menampilkan semua bentuk silat tuo (silat tua/silat tradisi) yang ada di Sumatera Barat ini, merupakan kegiatan tahunan yang akan menarik para wisatawan ke Kota Bukittinggi. Acara ini akan dibuka di Lapangan Kantin Bukittinggi pada tanggal 6 Desember 2012 dan akan berlanjut di gedung Sporthall Atas Ngarai Bukittinggi hingga tanggal 9 Desember 2012. Acara ini diperkirakan akan dihadiri oleh 76 perguruan silat yang diundang se Sumatera Barat.

Minggu, 04 November 2012

TUGAS PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI Prinsip-prinsip Komunikasi :


TUGAS PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI
Prinsip-prinsip Komunikasi :
  1. Komunikasi adalah proses simbolik
Salah satu kebutuhan pokok manusia, seperti yang dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang. Ernst Cassier mengatakan bahwa keunggulan manusia atas makhluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum.
Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non-verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama.
Sifat-sifat lambang :
-          Lambang bersifat sembarang, manasuka, atau sewenang-wenang.
Apa saja bisa dijadikan lambang, bergantung pada kesepakatan bersama. Misalnya saja kita menyebut hewan yang mengeong sebagai kucing, bukan kambing atau gajah. Alam tidak memberikan penjelasan kepada kita mengapa manusia menggunakan lambang-lambang tertentu untuk merujuk pada hal-hal tertentu, baik yang konkret maupun abstrak. Penyebutan tersebut semata-mata berdasarkan kesepakatan saja.
Lambang ada di mana-mana. Makanan, dandanan dan penampilan fisik, tempat tinggal, dan pekerjaan semuanya mengandung makna. Contoh, makanan sebagai lambang. Banyak orang memakan makanan cepat saji seperti Mc Donald’s atau Kentucky Fried Chicken, bukan karena mereka benar-benar menyukai makanan tersebut, namun makanan tersebut memberikan status-status tertentu.
-          Lambang pada dasarnya tidak memiliki makna; kitalah yang memberi makna pada lambang.
Makna sebenarnya terletak dalam diri kita, bukan terletak pada lambang itu sendiri. Kalaupun ada orang yang mengatakan bahwa kata-kata mempunyai makna, yang ia maksudkan sebenarnya bahwa kata-kata itu mendorong orang untuk memberi makna (yang telah disetujui bersama) terhadap kata-kata itu. Persoalan yang timbul bila para peserta komunikasi tidak memberikan makna yang sama terhadap suatu lambang.
-          Lambang itu bervariasi.
Lambang itu bervariasi dari suatu budaya ke budaya lain, dari suatu tempat ke tempat lain, dan dari suatu konteks waktu ke konteks waktu lainnya. Begitu juga makna yang diberikan pada lambang tersebut. Misalnya untuk menyebut benda yang anda baca orang indonesia menggunakan kata buku, orang jepang menggunakan kata hon, orang inggris book, orang jerman buch, orang belanda boek, dan orang arab kitab. Contoh lain dalam pemaknaannya adalah kata bujur. Bagi orang medan bujur berarti terima kasih, sedangkan orang-orang sunda mengartikan kata bujur sebagai pantat.
  1. Setiap perilaku memiliki potensi komunikasi
Kita tidak bisa tidak berkomunikasi. Tidak berarti bahwa semua perilaku adalah komunikasi. Alih-alih, komunikasi terjadi bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri.
Cobalah minta seseorang untuk tidak berkomunikasi. Amat sulit baginya untuk berbuat demikian, karen setiap perilakunya secara otomatis memiliki potensi untuk ditafsirkan. Misalnya, jika ia tersenyum ia ditafsirkan bahagia; kalau ia cemberut berarti dia marah atau ngambek.
  1. Komunikasi punya dimensi isi dan dimensi hubungan
Dimensi isi disandi secara verbal, sementara dimensi hubungan disandi secara non-verbal. Dimensi isi menunjukan muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukan bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu, dan bagaimana seharusnya pesan itu ditafsirkan.  Misalnya, kalimat “Aku benci kamu” yang diucapkan dengan nada menggoda mungkin sekali justru berarti sebaliknya.
Tidak semua orang menyadari bahwa pesan yang sama bisa ditafsirkan berbeda bila disampaikan dengan cara yang berbeda. Pengaruh pesan juga akan berbeda bila disajikan dengan media yang berbeda.
  1. Komunikasi berlangsung dalam  berbagai tingkat kesengajaan
Kesengajaan bukanlah syarat mutlak bagi seseorang untuk berkomunikasi. Setiap tindakan komunikasi yang dilakukan oleh seseorang bisa terjadi mulai dari tingkat kesengajaan yang rendah artinya tindakan komunikasi yang tidak direncanakan (apa saja yang akan dikatakan atau apa saja yang akan dilakukan secara rinci dan detail), sampai pada tindakan komunikasi yang betul-betul disengaja (pihak komunikan mengharapkan respon dan berharap tujuannya tercapai).
Dalam berkomunikasi, biasanya kesadaran kita lebih tinggi dalam situasi khusus daripada dalam situasi rutin, misalnya ketika sedang diuji secara lisan oleh dosen atau ketika berdialog dengan orang asing yang berbahasa Inggris dibandingkan dengan ketika bersenda gurau dengan  keluarga atau teman-teman.
Dalam komunikasi sehari-hari, terkadang kita mengucapkan pesan verbal yang tidak kita sengaja. Namun, lebih banyak lagi pesan nonverbal yang kita tunjukkan tanpa kita sengaja. Misalnya, cara berjalan yang mantap ketika menuju podium untuk berpidato, kontak mata, dan cara berpakaian yang rapi, boleh jadi tanpa sengaja mengkomunikasikan suatu pesan, misalnya rasa percaya diri.
Anda boleh saja menghabiskan waktu berhari-hari untuk mempersiapkan pidato dan melatih pidato itu. Akan tetapi, tangan Anda yang berada di saku, atau berulang-ulang mengetuk-ngetuk podium, atau kaki Anda yang berjalan hilir mudik di panggung, atau suara Anda yang terputus-putus, atau mata Anda yang menatap langit-langit atau dinding ruangan ketimbang khalayak, tanpa Anda sadari sebenarnya menyampaikan pesan bahwa Anda agak grogi dalam penyampian pidato itu.
Tidak berarti juga bahwa semua perilaku otomatis menyampaikan pesan. Akan tetapi semua perilaku mungkin menyampaikan pesan. Komunikasi telah terjadi bila penafsiran telah berlangsung, terlepas dari apakah Anda menyengaja perilaku tersebut atau tidak.
Kadang-kadang komunikasi yang disengaja dibuat tampak tidak disengaja. Banyak pengacara menganjurkan klien mereka untuk berpakaian dengan cara tertentu di ruang pengadilan, misalnya Patty Hearst. Pakaian tua digunakannya untuk melunakkan fakta bahwa dia kaya, dan blus yang kebesaran digunakan untuk memberikan kesan bahwa berat badannya melorot untuk menarik simpati para juri.
Jadi, niat atau kesengajaan bukanlah syarat untuk mutlak bagi seseorang untuk berkomunikasi.
  1. Komunikasi terjadi dalam konteks ruang dan waktu
Pesan komunikasi yang dikirimkan oleh pihak komunikan baik secara verbal maupun non-verbal disesuaikan dengan tempat dimana proses komunikasi itu berlangsung, kepada siapa pesan itu dikirimkan dan kapan komunikasi itu berlangsung.
Tertawa terbahak-bahak atau memakai pakaian dengan warna menyala, seperti merah, sebagai perilaku nonverbal yang wajar dalam suatu pesta dipersepsi kurang beradab bila hal itu ditampakkan dalam acara pemakaman.
Waktu juga mempengaruhi makna terhadap suatu pesan. Dering telepon pada tengah malam atau dini hari akan dipersepsikan lain bila dibandingkan dengan dering telepon pada siang hari.
Pengaruh konteks waktu dan konteks sosial terlihat pada keluarga yang tidak pernah tersenyum atau menyapa siapapun pada hari-hari biasa, tetapi mendadak menjadi ramah pada hari lebaran. Penghuni rumah membuka pintu rumah mereka lebar-lebar, dan mempersilahkan tamu untuk mencicipi makanan dan minuman yang telah mereka sediakan.
Suasana psikologis peserta komunikasi juga mempengaruhi suasana komunikasi. Komentar seorang istri akan mahalnya kebutuhan rumah tangga dan kurangnya uang belanja pemberian suami mungkin akan ditanggapi santai oleh suami dalam keadaan biasa. Akan tetapi, suami akan marah besar apabila sang istri mengatakan komentar tersebut saat suami baru pulang kerja dan baru dimarahi atasannya.
  1. Komunikasi melibatkan prediksi peserta komunikasi
Ketika orang-orang berkomunikasi, mereka meramalkan efek perilaku komunikasi mereka. Dengan kata lain, komunikasi juga terikat oleh aturan atau tatakrama. Artinya, orang-orang memilih strategi tertentu berdasarkan bagaimana orang yang menerima pesan akan merespons. Prediksi ini tidak selalu disadari dan sering berlangsung cepat.
Sebagai contoh adalah peristiwa bersendawa. di Indonesia, setelah makan, seseorang yang ingin bersendawa akan berusaha menahannya atau melakukannya tanpa suara karena merasa itu adalah suatu tindakan yang tidak sopan, sebab ia sebagai komunikator akan memprediksikan reaksi orang-orang di sekitarnya, dan tentunya ia akan malu jika dianggap jorok dan tidak sopan. Namun di Arab, seseorang yang melakukan sendawa setelah makan akan dianggap menghormati masakan tuan rumah, kaena sendawa di Arab diartikan sebagai suatu kepuasan akan makanan yang dihidangkan. Jadi orang Arab akan memprediksikan reaksi orang-orang di sekitarnya sebelum akan bersendawa, dan saat ia merasa itu tidak apa-apa dan ia akan dianggap menghormati masakan tuan rumah selesai bersendawa, maka ia akan bersendawa tanpa merasa malu.
  1. Komunikasi bersifat sistemik
            Ada 2 sistem dasar beroperasi dalam transaksi komunikasi berlangsung : sistem internal dan sistem eksternal. Sistem Internal adalah seluruh sistem nilai yang dibawa oleh individu ketika ia berpartisipasi dalam komunikasi, yang ia serap selama sosialisasinya dalam berbagai lingkungan sosialnya ( keluarga, masyarakat setempat, kelompok suku, kelompok agama, lembaga pendidikan, kelompok sebaya, tempat kerja, dan sebagainya ). Sistem internal ini mengandung semua unsur yang membentuk individu yang unik, termasuk ciri-ciri kepribadiannya, intelegensi, pendidikan, pengetahuan, agama, bahasa, motif, keinginan, cita-cita, dan semua pengalaman masa lalunya, yang pada dasarnya tersembunyi. Sistem eksternal adalah unsur-unsur dalam lingkungan di luar individu, termasuk kata-kata yang ia pilih untuk berbicara, isyarat fisik peserta komunikasi, kegaduhan dilingkungan sekitarnya, penataan ruangan, cahaya, dan temperatur ruangan. Elemen-elemen ini adalah stimuli publik yang terbuka bagi setiap peserta komunikasi dalam setiap transaksi komunikasi.
  1. Semakin Mirip Latar Belakang Sosial-Budaya Semakin Efektiflah Komunikasi
            Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya ( orang-orang yang sedang berkomunikasi ). Dalam kenyataannya, tidak pernah ada dua manusia yang persis sama, meskipun mereka kembar  yang dilahirkan dan diasuh dalam keluarga yang sama, diberi makanan yang sama dan dididik dengan cara yang sama, tetap saja mereka memiliki perbedaan. Namun kesamaan dalam hal-hal tertentu, misalnya agama, ras, bahasa, tingkat pendidikan, atau tingkat ekonomi akan mendorong orang-orang untuk saling tertarik dan pada gilirannya karena kesamaan tersebut komunikasi mereka menjadi efektif. Makna suatu pesan, baik verbal maupun nonverbal, pada dasarnya terikat budaya.
  1. Komunikasi Bersifat Nonkonsekuensial
            Meskipun terdapat banyak model komunikasi linier atau satu-arah, sebenarnya komunikasi manusia dalam bentuk dasarnya (komunikasi tatap-muka) bersifat dua-arah. Ketika seseorang berbicara kepada seseorang lainnya, atau kepada sekelompok orang seperti  dalam rapat atau kuliah sebetulnya komunikasi itu berjalan dua-arah, karena orang-orang yang kita anggapp sebagai pendengar atau penerima pesan sebenarnya juga menjadi “pembicara” atau pemberi pesan pada saat yang sama, yaitu melalui perilaku nonverbal mereka, contoh senyuman (seorang wanita) sebagai tanda ketertarikan atau menggoda, menguap sebagai tanda bosan atau mengantuk, atau menggigit jari sebagai tanda gelisah. Meskipun sifat sirkuler digunakan untuk menandai proses komunikasi, unsur-unsur tersebut tidak berada dalam suatu tatanan yang bersifat linier, sirkuer, helikal, atau tatanan lainnya. Unsur-unsur proses komunikasi boleh jadi beroperasi dalam suatu tatanan tadi, tetapi mungkin pula, setidaknya sebagian, dalam suatu tatanan yang acak. Oleh karena itu, sifat nonsekuensial alih-alih sirkuler tampaknya lebih tepat digunakan untuk menandai proses komunikasi.
  1.  Komunikasi Bersifat Prosesual, Dinamis, dan Transaksional
            Seperti waktu dan eksistensi, komunikasi tidak mempunyai awal dan akhir, merupakan proses yang berkesinambungan (continious).
            Dalam proses komunikasi, para peserta komunikasi saling mempengaruhi, seberapa kecil pun pengaruh itu, baik lewat komunikasi verbal, mau pun komunikasi nonverbal. Transaksi menunjukkan bahwa para peserta komunikasi saling berhubungan, sehingga kita dapat mempertimbangkan salah satu tanpa mempertimbangkan yang lainnya. 
Implikasi dari komunikasi sebagai proses yang dinamis dan transaksional adalah bahwa para peserta komunikasi berubah (dari sekedar berubah pengetahuan hingga berubah pandangan terhadap dunia dan perilakunya).
Implisit dari dalam proses komunikasi sebagai transaksi adalah proses penyandian (encode) dan penyandian balik (decode). Kedua proses itu merupakan proses yang serempak, bukan bergantian. Keserempakan inilah yang menjadikan kmunikasi sebagai transaksi.

11.   Komunikasi Bersifat Irreversible.
            Dalam komunikasi, sekali mengirim pesan, kita tidak dapat mengendalikan pengaruh pesan tersebut bagi khalayak, apalagi menghilangkan efek tersebut.
            Sifat Irreversible  ini merupakan implikasi dari komunikasi sebagai proses yang yang selalu berubah. Konsep ini hendaknya menyadarkan kita bahwa kita harus berhati-hati untuk menyampaikan pesan terhadap orang lain, karena efek dari pesan yang kita sampaikan tidak dapat ditiadakan maupun meralatnya.

12.   Komunikasi Bukan Panasea untuk Menyelesaikan Berbagai Masalah
Banyak persoalan atau konflik yang terjadi antar manusia disebabkan oleh masalah komunikasi. Namun komunikasi bukan Panasea (obat mujarab) dalam penyelesaian masalah. Penyebab dari masalah itu mungkin diakibatkan masalah struktural.agar komunikasi efektif, maka kendala struktural ini harus diatasi.
            Sebagai contoh, meskipun Pemerintah membangun komunikasi yang efektif dengan masyarakat Papua atau Aceh. Hal ini tidak menjamin konflik akan selesai, sebelum pemerintah memperlakukan masyarakat tersebut dengan adil.


TUGAS PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI Prinsip-prinsip Komunikasi :


TUGAS PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI
Prinsip-prinsip Komunikasi :
  1. Komunikasi adalah proses simbolik
Salah satu kebutuhan pokok manusia, seperti yang dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang. Ernst Cassier mengatakan bahwa keunggulan manusia atas makhluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum.
Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non-verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama.
Sifat-sifat lambang :
-          Lambang bersifat sembarang, manasuka, atau sewenang-wenang.
Apa saja bisa dijadikan lambang, bergantung pada kesepakatan bersama. Misalnya saja kita menyebut hewan yang mengeong sebagai kucing, bukan kambing atau gajah. Alam tidak memberikan penjelasan kepada kita mengapa manusia menggunakan lambang-lambang tertentu untuk merujuk pada hal-hal tertentu, baik yang konkret maupun abstrak. Penyebutan tersebut semata-mata berdasarkan kesepakatan saja.
Lambang ada di mana-mana. Makanan, dandanan dan penampilan fisik, tempat tinggal, dan pekerjaan semuanya mengandung makna. Contoh, makanan sebagai lambang. Banyak orang memakan makanan cepat saji seperti Mc Donald’s atau Kentucky Fried Chicken, bukan karena mereka benar-benar menyukai makanan tersebut, namun makanan tersebut memberikan status-status tertentu.
-          Lambang pada dasarnya tidak memiliki makna; kitalah yang memberi makna pada lambang.
Makna sebenarnya terletak dalam diri kita, bukan terletak pada lambang itu sendiri. Kalaupun ada orang yang mengatakan bahwa kata-kata mempunyai makna, yang ia maksudkan sebenarnya bahwa kata-kata itu mendorong orang untuk memberi makna (yang telah disetujui bersama) terhadap kata-kata itu. Persoalan yang timbul bila para peserta komunikasi tidak memberikan makna yang sama terhadap suatu lambang.
-          Lambang itu bervariasi.
Lambang itu bervariasi dari suatu budaya ke budaya lain, dari suatu tempat ke tempat lain, dan dari suatu konteks waktu ke konteks waktu lainnya. Begitu juga makna yang diberikan pada lambang tersebut. Misalnya untuk menyebut benda yang anda baca orang indonesia menggunakan kata buku, orang jepang menggunakan kata hon, orang inggris book, orang jerman buch, orang belanda boek, dan orang arab kitab. Contoh lain dalam pemaknaannya adalah kata bujur. Bagi orang medan bujur berarti terima kasih, sedangkan orang-orang sunda mengartikan kata bujur sebagai pantat.
  1. Setiap perilaku memiliki potensi komunikasi
Kita tidak bisa tidak berkomunikasi. Tidak berarti bahwa semua perilaku adalah komunikasi. Alih-alih, komunikasi terjadi bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri.
Cobalah minta seseorang untuk tidak berkomunikasi. Amat sulit baginya untuk berbuat demikian, karen setiap perilakunya secara otomatis memiliki potensi untuk ditafsirkan. Misalnya, jika ia tersenyum ia ditafsirkan bahagia; kalau ia cemberut berarti dia marah atau ngambek.
  1. Komunikasi punya dimensi isi dan dimensi hubungan
Dimensi isi disandi secara verbal, sementara dimensi hubungan disandi secara non-verbal. Dimensi isi menunjukan muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukan bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu, dan bagaimana seharusnya pesan itu ditafsirkan.  Misalnya, kalimat “Aku benci kamu” yang diucapkan dengan nada menggoda mungkin sekali justru berarti sebaliknya.
Tidak semua orang menyadari bahwa pesan yang sama bisa ditafsirkan berbeda bila disampaikan dengan cara yang berbeda. Pengaruh pesan juga akan berbeda bila disajikan dengan media yang berbeda.
  1. Komunikasi berlangsung dalam  berbagai tingkat kesengajaan
Kesengajaan bukanlah syarat mutlak bagi seseorang untuk berkomunikasi. Setiap tindakan komunikasi yang dilakukan oleh seseorang bisa terjadi mulai dari tingkat kesengajaan yang rendah artinya tindakan komunikasi yang tidak direncanakan (apa saja yang akan dikatakan atau apa saja yang akan dilakukan secara rinci dan detail), sampai pada tindakan komunikasi yang betul-betul disengaja (pihak komunikan mengharapkan respon dan berharap tujuannya tercapai).
Dalam berkomunikasi, biasanya kesadaran kita lebih tinggi dalam situasi khusus daripada dalam situasi rutin, misalnya ketika sedang diuji secara lisan oleh dosen atau ketika berdialog dengan orang asing yang berbahasa Inggris dibandingkan dengan ketika bersenda gurau dengan  keluarga atau teman-teman.
Dalam komunikasi sehari-hari, terkadang kita mengucapkan pesan verbal yang tidak kita sengaja. Namun, lebih banyak lagi pesan nonverbal yang kita tunjukkan tanpa kita sengaja. Misalnya, cara berjalan yang mantap ketika menuju podium untuk berpidato, kontak mata, dan cara berpakaian yang rapi, boleh jadi tanpa sengaja mengkomunikasikan suatu pesan, misalnya rasa percaya diri.
Anda boleh saja menghabiskan waktu berhari-hari untuk mempersiapkan pidato dan melatih pidato itu. Akan tetapi, tangan Anda yang berada di saku, atau berulang-ulang mengetuk-ngetuk podium, atau kaki Anda yang berjalan hilir mudik di panggung, atau suara Anda yang terputus-putus, atau mata Anda yang menatap langit-langit atau dinding ruangan ketimbang khalayak, tanpa Anda sadari sebenarnya menyampaikan pesan bahwa Anda agak grogi dalam penyampian pidato itu.
Tidak berarti juga bahwa semua perilaku otomatis menyampaikan pesan. Akan tetapi semua perilaku mungkin menyampaikan pesan. Komunikasi telah terjadi bila penafsiran telah berlangsung, terlepas dari apakah Anda menyengaja perilaku tersebut atau tidak.
Kadang-kadang komunikasi yang disengaja dibuat tampak tidak disengaja. Banyak pengacara menganjurkan klien mereka untuk berpakaian dengan cara tertentu di ruang pengadilan, misalnya Patty Hearst. Pakaian tua digunakannya untuk melunakkan fakta bahwa dia kaya, dan blus yang kebesaran digunakan untuk memberikan kesan bahwa berat badannya melorot untuk menarik simpati para juri.
Jadi, niat atau kesengajaan bukanlah syarat untuk mutlak bagi seseorang untuk berkomunikasi.
  1. Komunikasi terjadi dalam konteks ruang dan waktu
Pesan komunikasi yang dikirimkan oleh pihak komunikan baik secara verbal maupun non-verbal disesuaikan dengan tempat dimana proses komunikasi itu berlangsung, kepada siapa pesan itu dikirimkan dan kapan komunikasi itu berlangsung.
Tertawa terbahak-bahak atau memakai pakaian dengan warna menyala, seperti merah, sebagai perilaku nonverbal yang wajar dalam suatu pesta dipersepsi kurang beradab bila hal itu ditampakkan dalam acara pemakaman.
Waktu juga mempengaruhi makna terhadap suatu pesan. Dering telepon pada tengah malam atau dini hari akan dipersepsikan lain bila dibandingkan dengan dering telepon pada siang hari.
Pengaruh konteks waktu dan konteks sosial terlihat pada keluarga yang tidak pernah tersenyum atau menyapa siapapun pada hari-hari biasa, tetapi mendadak menjadi ramah pada hari lebaran. Penghuni rumah membuka pintu rumah mereka lebar-lebar, dan mempersilahkan tamu untuk mencicipi makanan dan minuman yang telah mereka sediakan.
Suasana psikologis peserta komunikasi juga mempengaruhi suasana komunikasi. Komentar seorang istri akan mahalnya kebutuhan rumah tangga dan kurangnya uang belanja pemberian suami mungkin akan ditanggapi santai oleh suami dalam keadaan biasa. Akan tetapi, suami akan marah besar apabila sang istri mengatakan komentar tersebut saat suami baru pulang kerja dan baru dimarahi atasannya.
  1. Komunikasi melibatkan prediksi peserta komunikasi
Ketika orang-orang berkomunikasi, mereka meramalkan efek perilaku komunikasi mereka. Dengan kata lain, komunikasi juga terikat oleh aturan atau tatakrama. Artinya, orang-orang memilih strategi tertentu berdasarkan bagaimana orang yang menerima pesan akan merespons. Prediksi ini tidak selalu disadari dan sering berlangsung cepat.
Sebagai contoh adalah peristiwa bersendawa. di Indonesia, setelah makan, seseorang yang ingin bersendawa akan berusaha menahannya atau melakukannya tanpa suara karena merasa itu adalah suatu tindakan yang tidak sopan, sebab ia sebagai komunikator akan memprediksikan reaksi orang-orang di sekitarnya, dan tentunya ia akan malu jika dianggap jorok dan tidak sopan. Namun di Arab, seseorang yang melakukan sendawa setelah makan akan dianggap menghormati masakan tuan rumah, kaena sendawa di Arab diartikan sebagai suatu kepuasan akan makanan yang dihidangkan. Jadi orang Arab akan memprediksikan reaksi orang-orang di sekitarnya sebelum akan bersendawa, dan saat ia merasa itu tidak apa-apa dan ia akan dianggap menghormati masakan tuan rumah selesai bersendawa, maka ia akan bersendawa tanpa merasa malu.
  1. Komunikasi bersifat sistemik
            Ada 2 sistem dasar beroperasi dalam transaksi komunikasi berlangsung : sistem internal dan sistem eksternal. Sistem Internal adalah seluruh sistem nilai yang dibawa oleh individu ketika ia berpartisipasi dalam komunikasi, yang ia serap selama sosialisasinya dalam berbagai lingkungan sosialnya ( keluarga, masyarakat setempat, kelompok suku, kelompok agama, lembaga pendidikan, kelompok sebaya, tempat kerja, dan sebagainya ). Sistem internal ini mengandung semua unsur yang membentuk individu yang unik, termasuk ciri-ciri kepribadiannya, intelegensi, pendidikan, pengetahuan, agama, bahasa, motif, keinginan, cita-cita, dan semua pengalaman masa lalunya, yang pada dasarnya tersembunyi. Sistem eksternal adalah unsur-unsur dalam lingkungan di luar individu, termasuk kata-kata yang ia pilih untuk berbicara, isyarat fisik peserta komunikasi, kegaduhan dilingkungan sekitarnya, penataan ruangan, cahaya, dan temperatur ruangan. Elemen-elemen ini adalah stimuli publik yang terbuka bagi setiap peserta komunikasi dalam setiap transaksi komunikasi.
  1. Semakin Mirip Latar Belakang Sosial-Budaya Semakin Efektiflah Komunikasi
            Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya ( orang-orang yang sedang berkomunikasi ). Dalam kenyataannya, tidak pernah ada dua manusia yang persis sama, meskipun mereka kembar  yang dilahirkan dan diasuh dalam keluarga yang sama, diberi makanan yang sama dan dididik dengan cara yang sama, tetap saja mereka memiliki perbedaan. Namun kesamaan dalam hal-hal tertentu, misalnya agama, ras, bahasa, tingkat pendidikan, atau tingkat ekonomi akan mendorong orang-orang untuk saling tertarik dan pada gilirannya karena kesamaan tersebut komunikasi mereka menjadi efektif. Makna suatu pesan, baik verbal maupun nonverbal, pada dasarnya terikat budaya.
  1. Komunikasi Bersifat Nonkonsekuensial
            Meskipun terdapat banyak model komunikasi linier atau satu-arah, sebenarnya komunikasi manusia dalam bentuk dasarnya (komunikasi tatap-muka) bersifat dua-arah. Ketika seseorang berbicara kepada seseorang lainnya, atau kepada sekelompok orang seperti  dalam rapat atau kuliah sebetulnya komunikasi itu berjalan dua-arah, karena orang-orang yang kita anggapp sebagai pendengar atau penerima pesan sebenarnya juga menjadi “pembicara” atau pemberi pesan pada saat yang sama, yaitu melalui perilaku nonverbal mereka, contoh senyuman (seorang wanita) sebagai tanda ketertarikan atau menggoda, menguap sebagai tanda bosan atau mengantuk, atau menggigit jari sebagai tanda gelisah. Meskipun sifat sirkuler digunakan untuk menandai proses komunikasi, unsur-unsur tersebut tidak berada dalam suatu tatanan yang bersifat linier, sirkuer, helikal, atau tatanan lainnya. Unsur-unsur proses komunikasi boleh jadi beroperasi dalam suatu tatanan tadi, tetapi mungkin pula, setidaknya sebagian, dalam suatu tatanan yang acak. Oleh karena itu, sifat nonsekuensial alih-alih sirkuler tampaknya lebih tepat digunakan untuk menandai proses komunikasi.
  1.  Komunikasi Bersifat Prosesual, Dinamis, dan Transaksional
            Seperti waktu dan eksistensi, komunikasi tidak mempunyai awal dan akhir, merupakan proses yang berkesinambungan (continious).
            Dalam proses komunikasi, para peserta komunikasi saling mempengaruhi, seberapa kecil pun pengaruh itu, baik lewat komunikasi verbal, mau pun komunikasi nonverbal. Transaksi menunjukkan bahwa para peserta komunikasi saling berhubungan, sehingga kita dapat mempertimbangkan salah satu tanpa mempertimbangkan yang lainnya. 
Implikasi dari komunikasi sebagai proses yang dinamis dan transaksional adalah bahwa para peserta komunikasi berubah (dari sekedar berubah pengetahuan hingga berubah pandangan terhadap dunia dan perilakunya).
Implisit dari dalam proses komunikasi sebagai transaksi adalah proses penyandian (encode) dan penyandian balik (decode). Kedua proses itu merupakan proses yang serempak, bukan bergantian. Keserempakan inilah yang menjadikan kmunikasi sebagai transaksi.
11.   Komunikasi Bersifat Irreversible.
            Dalam komunikasi, sekali mengirim pesan, kita tidak dapat mengendalikan pengaruh pesan tersebut bagi khalayak, apalagi menghilangkan efek tersebut.
            Sifat Irreversible  ini merupakan implikasi dari komunikasi sebagai proses yang yang selalu berubah. Konsep ini hendaknya menyadarkan kita bahwa kita harus berhati-hati untuk menyampaikan pesan terhadap orang lain, karena efek dari pesan yang kita sampaikan tidak dapat ditiadakan maupun meralatnya.

12.   Komunikasi Bukan Panasea untuk Menyelesaikan Berbagai Masalah
Banyak persoalan atau konflik yang terjadi antar manusia disebabkan oleh masalah komunikasi. Namun komunikasi bukan Panasea (obat mujarab) dalam penyelesaian masalah. Penyebab dari masalah itu mungkin diakibatkan masalah struktural.agar komunikasi efektif, maka kendala struktural ini harus diatasi.
            Sebagai contoh, meskipun Pemerintah membangun komunikasi yang efektif dengan masyarakat Papua atau Aceh. Hal ini tidak menjamin konflik akan selesai, sebelum pemerintah memperlakukan masyarakat tersebut dengan adil.



TUGAS PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI Prinsip-prinsip Komunikasi :


TUGAS PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI
Prinsip-prinsip Komunikasi :
  1. Komunikasi adalah proses simbolik
Salah satu kebutuhan pokok manusia, seperti yang dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang. Ernst Cassier mengatakan bahwa keunggulan manusia atas makhluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum.
Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non-verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama.
Sifat-sifat lambang :
-          Lambang bersifat sembarang, manasuka, atau sewenang-wenang.
Apa saja bisa dijadikan lambang, bergantung pada kesepakatan bersama. Misalnya saja kita menyebut hewan yang mengeong sebagai kucing, bukan kambing atau gajah. Alam tidak memberikan penjelasan kepada kita mengapa manusia menggunakan lambang-lambang tertentu untuk merujuk pada hal-hal tertentu, baik yang konkret maupun abstrak. Penyebutan tersebut semata-mata berdasarkan kesepakatan saja.
Lambang ada di mana-mana. Makanan, dandanan dan penampilan fisik, tempat tinggal, dan pekerjaan semuanya mengandung makna. Contoh, makanan sebagai lambang. Banyak orang memakan makanan cepat saji seperti Mc Donald’s atau Kentucky Fried Chicken, bukan karena mereka benar-benar menyukai makanan tersebut, namun makanan tersebut memberikan status-status tertentu.
-          Lambang pada dasarnya tidak memiliki makna; kitalah yang memberi makna pada lambang.
Makna sebenarnya terletak dalam diri kita, bukan terletak pada lambang itu sendiri. Kalaupun ada orang yang mengatakan bahwa kata-kata mempunyai makna, yang ia maksudkan sebenarnya bahwa kata-kata itu mendorong orang untuk memberi makna (yang telah disetujui bersama) terhadap kata-kata itu. Persoalan yang timbul bila para peserta komunikasi tidak memberikan makna yang sama terhadap suatu lambang.
-          Lambang itu bervariasi.
Lambang itu bervariasi dari suatu budaya ke budaya lain, dari suatu tempat ke tempat lain, dan dari suatu konteks waktu ke konteks waktu lainnya. Begitu juga makna yang diberikan pada lambang tersebut. Misalnya untuk menyebut benda yang anda baca orang indonesia menggunakan kata buku, orang jepang menggunakan kata hon, orang inggris book, orang jerman buch, orang belanda boek, dan orang arab kitab. Contoh lain dalam pemaknaannya adalah kata bujur. Bagi orang medan bujur berarti terima kasih, sedangkan orang-orang sunda mengartikan kata bujur sebagai pantat.
  1. Setiap perilaku memiliki potensi komunikasi
Kita tidak bisa tidak berkomunikasi. Tidak berarti bahwa semua perilaku adalah komunikasi. Alih-alih, komunikasi terjadi bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri.
Cobalah minta seseorang untuk tidak berkomunikasi. Amat sulit baginya untuk berbuat demikian, karen setiap perilakunya secara otomatis memiliki potensi untuk ditafsirkan. Misalnya, jika ia tersenyum ia ditafsirkan bahagia; kalau ia cemberut berarti dia marah atau ngambek.
  1. Komunikasi punya dimensi isi dan dimensi hubungan
Dimensi isi disandi secara verbal, sementara dimensi hubungan disandi secara non-verbal. Dimensi isi menunjukan muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukan bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu, dan bagaimana seharusnya pesan itu ditafsirkan.  Misalnya, kalimat “Aku benci kamu” yang diucapkan dengan nada menggoda mungkin sekali justru berarti sebaliknya.
Tidak semua orang menyadari bahwa pesan yang sama bisa ditafsirkan berbeda bila disampaikan dengan cara yang berbeda. Pengaruh pesan juga akan berbeda bila disajikan dengan media yang berbeda.
  1. Komunikasi berlangsung dalam  berbagai tingkat kesengajaan
Kesengajaan bukanlah syarat mutlak bagi seseorang untuk berkomunikasi. Setiap tindakan komunikasi yang dilakukan oleh seseorang bisa terjadi mulai dari tingkat kesengajaan yang rendah artinya tindakan komunikasi yang tidak direncanakan (apa saja yang akan dikatakan atau apa saja yang akan dilakukan secara rinci dan detail), sampai pada tindakan komunikasi yang betul-betul disengaja (pihak komunikan mengharapkan respon dan berharap tujuannya tercapai).
Dalam berkomunikasi, biasanya kesadaran kita lebih tinggi dalam situasi khusus daripada dalam situasi rutin, misalnya ketika sedang diuji secara lisan oleh dosen atau ketika berdialog dengan orang asing yang berbahasa Inggris dibandingkan dengan ketika bersenda gurau dengan  keluarga atau teman-teman.
Dalam komunikasi sehari-hari, terkadang kita mengucapkan pesan verbal yang tidak kita sengaja. Namun, lebih banyak lagi pesan nonverbal yang kita tunjukkan tanpa kita sengaja. Misalnya, cara berjalan yang mantap ketika menuju podium untuk berpidato, kontak mata, dan cara berpakaian yang rapi, boleh jadi tanpa sengaja mengkomunikasikan suatu pesan, misalnya rasa percaya diri.
Anda boleh saja menghabiskan waktu berhari-hari untuk mempersiapkan pidato dan melatih pidato itu. Akan tetapi, tangan Anda yang berada di saku, atau berulang-ulang mengetuk-ngetuk podium, atau kaki Anda yang berjalan hilir mudik di panggung, atau suara Anda yang terputus-putus, atau mata Anda yang menatap langit-langit atau dinding ruangan ketimbang khalayak, tanpa Anda sadari sebenarnya menyampaikan pesan bahwa Anda agak grogi dalam penyampian pidato itu.
Tidak berarti juga bahwa semua perilaku otomatis menyampaikan pesan. Akan tetapi semua perilaku mungkin menyampaikan pesan. Komunikasi telah terjadi bila penafsiran telah berlangsung, terlepas dari apakah Anda menyengaja perilaku tersebut atau tidak.
Kadang-kadang komunikasi yang disengaja dibuat tampak tidak disengaja. Banyak pengacara menganjurkan klien mereka untuk berpakaian dengan cara tertentu di ruang pengadilan, misalnya Patty Hearst. Pakaian tua digunakannya untuk melunakkan fakta bahwa dia kaya, dan blus yang kebesaran digunakan untuk memberikan kesan bahwa berat badannya melorot untuk menarik simpati para juri.
Jadi, niat atau kesengajaan bukanlah syarat untuk mutlak bagi seseorang untuk berkomunikasi.
  1. Komunikasi terjadi dalam konteks ruang dan waktu
Pesan komunikasi yang dikirimkan oleh pihak komunikan baik secara verbal maupun non-verbal disesuaikan dengan tempat dimana proses komunikasi itu berlangsung, kepada siapa pesan itu dikirimkan dan kapan komunikasi itu berlangsung.
Tertawa terbahak-bahak atau memakai pakaian dengan warna menyala, seperti merah, sebagai perilaku nonverbal yang wajar dalam suatu pesta dipersepsi kurang beradab bila hal itu ditampakkan dalam acara pemakaman.
Waktu juga mempengaruhi makna terhadap suatu pesan. Dering telepon pada tengah malam atau dini hari akan dipersepsikan lain bila dibandingkan dengan dering telepon pada siang hari.
Pengaruh konteks waktu dan konteks sosial terlihat pada keluarga yang tidak pernah tersenyum atau menyapa siapapun pada hari-hari biasa, tetapi mendadak menjadi ramah pada hari lebaran. Penghuni rumah membuka pintu rumah mereka lebar-lebar, dan mempersilahkan tamu untuk mencicipi makanan dan minuman yang telah mereka sediakan.
Suasana psikologis peserta komunikasi juga mempengaruhi suasana komunikasi. Komentar seorang istri akan mahalnya kebutuhan rumah tangga dan kurangnya uang belanja pemberian suami mungkin akan ditanggapi santai oleh suami dalam keadaan biasa. Akan tetapi, suami akan marah besar apabila sang istri mengatakan komentar tersebut saat suami baru pulang kerja dan baru dimarahi atasannya.
  1. Komunikasi melibatkan prediksi peserta komunikasi
Ketika orang-orang berkomunikasi, mereka meramalkan efek perilaku komunikasi mereka. Dengan kata lain, komunikasi juga terikat oleh aturan atau tatakrama. Artinya, orang-orang memilih strategi tertentu berdasarkan bagaimana orang yang menerima pesan akan merespons. Prediksi ini tidak selalu disadari dan sering berlangsung cepat.
Sebagai contoh adalah peristiwa bersendawa. di Indonesia, setelah makan, seseorang yang ingin bersendawa akan berusaha menahannya atau melakukannya tanpa suara karena merasa itu adalah suatu tindakan yang tidak sopan, sebab ia sebagai komunikator akan memprediksikan reaksi orang-orang di sekitarnya, dan tentunya ia akan malu jika dianggap jorok dan tidak sopan. Namun di Arab, seseorang yang melakukan sendawa setelah makan akan dianggap menghormati masakan tuan rumah, kaena sendawa di Arab diartikan sebagai suatu kepuasan akan makanan yang dihidangkan. Jadi orang Arab akan memprediksikan reaksi orang-orang di sekitarnya sebelum akan bersendawa, dan saat ia merasa itu tidak apa-apa dan ia akan dianggap menghormati masakan tuan rumah selesai bersendawa, maka ia akan bersendawa tanpa merasa malu.
  1. Komunikasi bersifat sistemik
            Ada 2 sistem dasar beroperasi dalam transaksi komunikasi berlangsung : sistem internal dan sistem eksternal. Sistem Internal adalah seluruh sistem nilai yang dibawa oleh individu ketika ia berpartisipasi dalam komunikasi, yang ia serap selama sosialisasinya dalam berbagai lingkungan sosialnya ( keluarga, masyarakat setempat, kelompok suku, kelompok agama, lembaga pendidikan, kelompok sebaya, tempat kerja, dan sebagainya ). Sistem internal ini mengandung semua unsur yang membentuk individu yang unik, termasuk ciri-ciri kepribadiannya, intelegensi, pendidikan, pengetahuan, agama, bahasa, motif, keinginan, cita-cita, dan semua pengalaman masa lalunya, yang pada dasarnya tersembunyi. Sistem eksternal adalah unsur-unsur dalam lingkungan di luar individu, termasuk kata-kata yang ia pilih untuk berbicara, isyarat fisik peserta komunikasi, kegaduhan dilingkungan sekitarnya, penataan ruangan, cahaya, dan temperatur ruangan. Elemen-elemen ini adalah stimuli publik yang terbuka bagi setiap peserta komunikasi dalam setiap transaksi komunikasi.
  1. Semakin Mirip Latar Belakang Sosial-Budaya Semakin Efektiflah Komunikasi
            Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya ( orang-orang yang sedang berkomunikasi ). Dalam kenyataannya, tidak pernah ada dua manusia yang persis sama, meskipun mereka kembar  yang dilahirkan dan diasuh dalam keluarga yang sama, diberi makanan yang sama dan dididik dengan cara yang sama, tetap saja mereka memiliki perbedaan. Namun kesamaan dalam hal-hal tertentu, misalnya agama, ras, bahasa, tingkat pendidikan, atau tingkat ekonomi akan mendorong orang-orang untuk saling tertarik dan pada gilirannya karena kesamaan tersebut komunikasi mereka menjadi efektif. Makna suatu pesan, baik verbal maupun nonverbal, pada dasarnya terikat budaya.
  1. Komunikasi Bersifat Nonkonsekuensial
            Meskipun terdapat banyak model komunikasi linier atau satu-arah, sebenarnya komunikasi manusia dalam bentuk dasarnya (komunikasi tatap-muka) bersifat dua-arah. Ketika seseorang berbicara kepada seseorang lainnya, atau kepada sekelompok orang seperti  dalam rapat atau kuliah sebetulnya komunikasi itu berjalan dua-arah, karena orang-orang yang kita anggapp sebagai pendengar atau penerima pesan sebenarnya juga menjadi “pembicara” atau pemberi pesan pada saat yang sama, yaitu melalui perilaku nonverbal mereka, contoh senyuman (seorang wanita) sebagai tanda ketertarikan atau menggoda, menguap sebagai tanda bosan atau mengantuk, atau menggigit jari sebagai tanda gelisah. Meskipun sifat sirkuler digunakan untuk menandai proses komunikasi, unsur-unsur tersebut tidak berada dalam suatu tatanan yang bersifat linier, sirkuer, helikal, atau tatanan lainnya. Unsur-unsur proses komunikasi boleh jadi beroperasi dalam suatu tatanan tadi, tetapi mungkin pula, setidaknya sebagian, dalam suatu tatanan yang acak. Oleh karena itu, sifat nonsekuensial alih-alih sirkuler tampaknya lebih tepat digunakan untuk menandai proses komunikasi.
  1.  Komunikasi Bersifat Prosesual, Dinamis, dan Transaksional
            Seperti waktu dan eksistensi, komunikasi tidak mempunyai awal dan akhir, merupakan proses yang berkesinambungan (continious).
            Dalam proses komunikasi, para peserta komunikasi saling mempengaruhi, seberapa kecil pun pengaruh itu, baik lewat komunikasi verbal, mau pun komunikasi nonverbal. Transaksi menunjukkan bahwa para peserta komunikasi saling berhubungan, sehingga kita dapat mempertimbangkan salah satu tanpa mempertimbangkan yang lainnya. 
Implikasi dari komunikasi sebagai proses yang dinamis dan transaksional adalah bahwa para peserta komunikasi berubah (dari sekedar berubah pengetahuan hingga berubah pandangan terhadap dunia dan perilakunya).
Implisit dari dalam proses komunikasi sebagai transaksi adalah proses penyandian (encode) dan penyandian balik (decode). Kedua proses itu merupakan proses yang serempak, bukan bergantian. Keserempakan inilah yang menjadikan kmunikasi sebagai transaksi.

11.   Komunikasi Bersifat Irreversible.
            Dalam komunikasi, sekali mengirim pesan, kita tidak dapat mengendalikan pengaruh pesan tersebut bagi khalayak, apalagi menghilangkan efek tersebut.
            Sifat Irreversible  ini merupakan implikasi dari komunikasi sebagai proses yang yang selalu berubah. Konsep ini hendaknya menyadarkan kita bahwa kita harus berhati-hati untuk menyampaikan pesan terhadap orang lain, karena efek dari pesan yang kita sampaikan tidak dapat ditiadakan maupun meralatnya.

12.   Komunikasi Bukan Panasea untuk Menyelesaikan Berbagai Masalah
Banyak persoalan atau konflik yang terjadi antar manusia disebabkan oleh masalah komunikasi. Namun komunikasi bukan Panasea (obat mujarab) dalam penyelesaian masalah. Penyebab dari masalah itu mungkin diakibatkan masalah struktural.agar komunikasi efektif, maka kendala struktural ini harus diatasi.
            Sebagai contoh, meskipun Pemerintah membangun komunikasi yang efektif dengan masyarakat Papua atau Aceh. Hal ini tidak menjamin konflik akan selesai, sebelum pemerintah memperlakukan masyarakat tersebut dengan adil.


TUGAS PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI Prinsip-prinsip Komunikasi :


TUGAS PENGANTAR ILMU KOMUNIKASI
Prinsip-prinsip Komunikasi :
  1. Komunikasi adalah proses simbolik
Salah satu kebutuhan pokok manusia, seperti yang dikatakan Susanne K. Langer, adalah kebutuhan simbolisasi atau penggunaan lambang. Ernst Cassier mengatakan bahwa keunggulan manusia atas makhluk lainnya adalah keistimewaan mereka sebagai animal symbolicum.
Lambang atau simbol adalah sesuatu yang digunakan untuk menunjuk sesuatu lainnya, berdasarkan kesepakatan sekelompok orang. Lambang meliputi kata-kata (pesan verbal), perilaku non-verbal, dan objek yang maknanya disepakati bersama.
Sifat-sifat lambang :
-          Lambang bersifat sembarang, manasuka, atau sewenang-wenang.
Apa saja bisa dijadikan lambang, bergantung pada kesepakatan bersama. Misalnya saja kita menyebut hewan yang mengeong sebagai kucing, bukan kambing atau gajah. Alam tidak memberikan penjelasan kepada kita mengapa manusia menggunakan lambang-lambang tertentu untuk merujuk pada hal-hal tertentu, baik yang konkret maupun abstrak. Penyebutan tersebut semata-mata berdasarkan kesepakatan saja.
Lambang ada di mana-mana. Makanan, dandanan dan penampilan fisik, tempat tinggal, dan pekerjaan semuanya mengandung makna. Contoh, makanan sebagai lambang. Banyak orang memakan makanan cepat saji seperti Mc Donald’s atau Kentucky Fried Chicken, bukan karena mereka benar-benar menyukai makanan tersebut, namun makanan tersebut memberikan status-status tertentu.
-          Lambang pada dasarnya tidak memiliki makna; kitalah yang memberi makna pada lambang.
Makna sebenarnya terletak dalam diri kita, bukan terletak pada lambang itu sendiri. Kalaupun ada orang yang mengatakan bahwa kata-kata mempunyai makna, yang ia maksudkan sebenarnya bahwa kata-kata itu mendorong orang untuk memberi makna (yang telah disetujui bersama) terhadap kata-kata itu. Persoalan yang timbul bila para peserta komunikasi tidak memberikan makna yang sama terhadap suatu lambang.
-          Lambang itu bervariasi.
Lambang itu bervariasi dari suatu budaya ke budaya lain, dari suatu tempat ke tempat lain, dan dari suatu konteks waktu ke konteks waktu lainnya. Begitu juga makna yang diberikan pada lambang tersebut. Misalnya untuk menyebut benda yang anda baca orang indonesia menggunakan kata buku, orang jepang menggunakan kata hon, orang inggris book, orang jerman buch, orang belanda boek, dan orang arab kitab. Contoh lain dalam pemaknaannya adalah kata bujur. Bagi orang medan bujur berarti terima kasih, sedangkan orang-orang sunda mengartikan kata bujur sebagai pantat.
  1. Setiap perilaku memiliki potensi komunikasi
Kita tidak bisa tidak berkomunikasi. Tidak berarti bahwa semua perilaku adalah komunikasi. Alih-alih, komunikasi terjadi bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri.
Cobalah minta seseorang untuk tidak berkomunikasi. Amat sulit baginya untuk berbuat demikian, karen setiap perilakunya secara otomatis memiliki potensi untuk ditafsirkan. Misalnya, jika ia tersenyum ia ditafsirkan bahagia; kalau ia cemberut berarti dia marah atau ngambek.
  1. Komunikasi punya dimensi isi dan dimensi hubungan
Dimensi isi disandi secara verbal, sementara dimensi hubungan disandi secara non-verbal. Dimensi isi menunjukan muatan (isi) komunikasi, yaitu apa yang dikatakan. Sedangkan dimensi hubungan menunjukan bagaimana cara mengatakannya yang juga mengisyaratkan bagaimana hubungan para peserta komunikasi itu, dan bagaimana seharusnya pesan itu ditafsirkan.  Misalnya, kalimat “Aku benci kamu” yang diucapkan dengan nada menggoda mungkin sekali justru berarti sebaliknya.
Tidak semua orang menyadari bahwa pesan yang sama bisa ditafsirkan berbeda bila disampaikan dengan cara yang berbeda. Pengaruh pesan juga akan berbeda bila disajikan dengan media yang berbeda.
  1. Komunikasi berlangsung dalam  berbagai tingkat kesengajaan
Kesengajaan bukanlah syarat mutlak bagi seseorang untuk berkomunikasi. Setiap tindakan komunikasi yang dilakukan oleh seseorang bisa terjadi mulai dari tingkat kesengajaan yang rendah artinya tindakan komunikasi yang tidak direncanakan (apa saja yang akan dikatakan atau apa saja yang akan dilakukan secara rinci dan detail), sampai pada tindakan komunikasi yang betul-betul disengaja (pihak komunikan mengharapkan respon dan berharap tujuannya tercapai).
Dalam berkomunikasi, biasanya kesadaran kita lebih tinggi dalam situasi khusus daripada dalam situasi rutin, misalnya ketika sedang diuji secara lisan oleh dosen atau ketika berdialog dengan orang asing yang berbahasa Inggris dibandingkan dengan ketika bersenda gurau dengan  keluarga atau teman-teman.
Dalam komunikasi sehari-hari, terkadang kita mengucapkan pesan verbal yang tidak kita sengaja. Namun, lebih banyak lagi pesan nonverbal yang kita tunjukkan tanpa kita sengaja. Misalnya, cara berjalan yang mantap ketika menuju podium untuk berpidato, kontak mata, dan cara berpakaian yang rapi, boleh jadi tanpa sengaja mengkomunikasikan suatu pesan, misalnya rasa percaya diri.
Anda boleh saja menghabiskan waktu berhari-hari untuk mempersiapkan pidato dan melatih pidato itu. Akan tetapi, tangan Anda yang berada di saku, atau berulang-ulang mengetuk-ngetuk podium, atau kaki Anda yang berjalan hilir mudik di panggung, atau suara Anda yang terputus-putus, atau mata Anda yang menatap langit-langit atau dinding ruangan ketimbang khalayak, tanpa Anda sadari sebenarnya menyampaikan pesan bahwa Anda agak grogi dalam penyampian pidato itu.
Tidak berarti juga bahwa semua perilaku otomatis menyampaikan pesan. Akan tetapi semua perilaku mungkin menyampaikan pesan. Komunikasi telah terjadi bila penafsiran telah berlangsung, terlepas dari apakah Anda menyengaja perilaku tersebut atau tidak.
Kadang-kadang komunikasi yang disengaja dibuat tampak tidak disengaja. Banyak pengacara menganjurkan klien mereka untuk berpakaian dengan cara tertentu di ruang pengadilan, misalnya Patty Hearst. Pakaian tua digunakannya untuk melunakkan fakta bahwa dia kaya, dan blus yang kebesaran digunakan untuk memberikan kesan bahwa berat badannya melorot untuk menarik simpati para juri.
Jadi, niat atau kesengajaan bukanlah syarat untuk mutlak bagi seseorang untuk berkomunikasi.
  1. Komunikasi terjadi dalam konteks ruang dan waktu
Pesan komunikasi yang dikirimkan oleh pihak komunikan baik secara verbal maupun non-verbal disesuaikan dengan tempat dimana proses komunikasi itu berlangsung, kepada siapa pesan itu dikirimkan dan kapan komunikasi itu berlangsung.
Tertawa terbahak-bahak atau memakai pakaian dengan warna menyala, seperti merah, sebagai perilaku nonverbal yang wajar dalam suatu pesta dipersepsi kurang beradab bila hal itu ditampakkan dalam acara pemakaman.
Waktu juga mempengaruhi makna terhadap suatu pesan. Dering telepon pada tengah malam atau dini hari akan dipersepsikan lain bila dibandingkan dengan dering telepon pada siang hari.
Pengaruh konteks waktu dan konteks sosial terlihat pada keluarga yang tidak pernah tersenyum atau menyapa siapapun pada hari-hari biasa, tetapi mendadak menjadi ramah pada hari lebaran. Penghuni rumah membuka pintu rumah mereka lebar-lebar, dan mempersilahkan tamu untuk mencicipi makanan dan minuman yang telah mereka sediakan.
Suasana psikologis peserta komunikasi juga mempengaruhi suasana komunikasi. Komentar seorang istri akan mahalnya kebutuhan rumah tangga dan kurangnya uang belanja pemberian suami mungkin akan ditanggapi santai oleh suami dalam keadaan biasa. Akan tetapi, suami akan marah besar apabila sang istri mengatakan komentar tersebut saat suami baru pulang kerja dan baru dimarahi atasannya.
  1. Komunikasi melibatkan prediksi peserta komunikasi
Ketika orang-orang berkomunikasi, mereka meramalkan efek perilaku komunikasi mereka. Dengan kata lain, komunikasi juga terikat oleh aturan atau tatakrama. Artinya, orang-orang memilih strategi tertentu berdasarkan bagaimana orang yang menerima pesan akan merespons. Prediksi ini tidak selalu disadari dan sering berlangsung cepat.
Sebagai contoh adalah peristiwa bersendawa. di Indonesia, setelah makan, seseorang yang ingin bersendawa akan berusaha menahannya atau melakukannya tanpa suara karena merasa itu adalah suatu tindakan yang tidak sopan, sebab ia sebagai komunikator akan memprediksikan reaksi orang-orang di sekitarnya, dan tentunya ia akan malu jika dianggap jorok dan tidak sopan. Namun di Arab, seseorang yang melakukan sendawa setelah makan akan dianggap menghormati masakan tuan rumah, kaena sendawa di Arab diartikan sebagai suatu kepuasan akan makanan yang dihidangkan. Jadi orang Arab akan memprediksikan reaksi orang-orang di sekitarnya sebelum akan bersendawa, dan saat ia merasa itu tidak apa-apa dan ia akan dianggap menghormati masakan tuan rumah selesai bersendawa, maka ia akan bersendawa tanpa merasa malu.
  1. Komunikasi bersifat sistemik
            Ada 2 sistem dasar beroperasi dalam transaksi komunikasi berlangsung : sistem internal dan sistem eksternal. Sistem Internal adalah seluruh sistem nilai yang dibawa oleh individu ketika ia berpartisipasi dalam komunikasi, yang ia serap selama sosialisasinya dalam berbagai lingkungan sosialnya ( keluarga, masyarakat setempat, kelompok suku, kelompok agama, lembaga pendidikan, kelompok sebaya, tempat kerja, dan sebagainya ). Sistem internal ini mengandung semua unsur yang membentuk individu yang unik, termasuk ciri-ciri kepribadiannya, intelegensi, pendidikan, pengetahuan, agama, bahasa, motif, keinginan, cita-cita, dan semua pengalaman masa lalunya, yang pada dasarnya tersembunyi. Sistem eksternal adalah unsur-unsur dalam lingkungan di luar individu, termasuk kata-kata yang ia pilih untuk berbicara, isyarat fisik peserta komunikasi, kegaduhan dilingkungan sekitarnya, penataan ruangan, cahaya, dan temperatur ruangan. Elemen-elemen ini adalah stimuli publik yang terbuka bagi setiap peserta komunikasi dalam setiap transaksi komunikasi.
  1. Semakin Mirip Latar Belakang Sosial-Budaya Semakin Efektiflah Komunikasi
            Komunikasi yang efektif adalah komunikasi yang hasilnya sesuai dengan harapan para pesertanya ( orang-orang yang sedang berkomunikasi ). Dalam kenyataannya, tidak pernah ada dua manusia yang persis sama, meskipun mereka kembar  yang dilahirkan dan diasuh dalam keluarga yang sama, diberi makanan yang sama dan dididik dengan cara yang sama, tetap saja mereka memiliki perbedaan. Namun kesamaan dalam hal-hal tertentu, misalnya agama, ras, bahasa, tingkat pendidikan, atau tingkat ekonomi akan mendorong orang-orang untuk saling tertarik dan pada gilirannya karena kesamaan tersebut komunikasi mereka menjadi efektif. Makna suatu pesan, baik verbal maupun nonverbal, pada dasarnya terikat budaya.
  1. Komunikasi Bersifat Nonkonsekuensial
            Meskipun terdapat banyak model komunikasi linier atau satu-arah, sebenarnya komunikasi manusia dalam bentuk dasarnya (komunikasi tatap-muka) bersifat dua-arah. Ketika seseorang berbicara kepada seseorang lainnya, atau kepada sekelompok orang seperti  dalam rapat atau kuliah sebetulnya komunikasi itu berjalan dua-arah, karena orang-orang yang kita anggapp sebagai pendengar atau penerima pesan sebenarnya juga menjadi “pembicara” atau pemberi pesan pada saat yang sama, yaitu melalui perilaku nonverbal mereka, contoh senyuman (seorang wanita) sebagai tanda ketertarikan atau menggoda, menguap sebagai tanda bosan atau mengantuk, atau menggigit jari sebagai tanda gelisah. Meskipun sifat sirkuler digunakan untuk menandai proses komunikasi, unsur-unsur tersebut tidak berada dalam suatu tatanan yang bersifat linier, sirkuer, helikal, atau tatanan lainnya. Unsur-unsur proses komunikasi boleh jadi beroperasi dalam suatu tatanan tadi, tetapi mungkin pula, setidaknya sebagian, dalam suatu tatanan yang acak. Oleh karena itu, sifat nonsekuensial alih-alih sirkuler tampaknya lebih tepat digunakan untuk menandai proses komunikasi.
  1.  Komunikasi Bersifat Prosesual, Dinamis, dan Transaksional
            Seperti waktu dan eksistensi, komunikasi tidak mempunyai awal dan akhir, merupakan proses yang berkesinambungan (continious).
            Dalam proses komunikasi, para peserta komunikasi saling mempengaruhi, seberapa kecil pun pengaruh itu, baik lewat komunikasi verbal, mau pun komunikasi nonverbal. Transaksi menunjukkan bahwa para peserta komunikasi saling berhubungan, sehingga kita dapat mempertimbangkan salah satu tanpa mempertimbangkan yang lainnya. 
Implikasi dari komunikasi sebagai proses yang dinamis dan transaksional adalah bahwa para peserta komunikasi berubah (dari sekedar berubah pengetahuan hingga berubah pandangan terhadap dunia dan perilakunya).
Implisit dari dalam proses komunikasi sebagai transaksi adalah proses penyandian (encode) dan penyandian balik (decode). Kedua proses itu merupakan proses yang serempak, bukan bergantian. Keserempakan inilah yang menjadikan kmunikasi sebagai transaksi.

11.   Komunikasi Bersifat Irreversible.
            Dalam komunikasi, sekali mengirim pesan, kita tidak dapat mengendalikan pengaruh pesan tersebut bagi khalayak, apalagi menghilangkan efek tersebut.
            Sifat Irreversible  ini merupakan implikasi dari komunikasi sebagai proses yang yang selalu berubah. Konsep ini hendaknya menyadarkan kita bahwa kita harus berhati-hati untuk menyampaikan pesan terhadap orang lain, karena efek dari pesan yang kita sampaikan tidak dapat ditiadakan maupun meralatnya.

12.   Komunikasi Bukan Panasea untuk Menyelesaikan Berbagai Masalah
Banyak persoalan atau konflik yang terjadi antar manusia disebabkan oleh masalah komunikasi. Namun komunikasi bukan Panasea (obat mujarab) dalam penyelesaian masalah. Penyebab dari masalah itu mungkin diakibatkan masalah struktural.agar komunikasi efektif, maka kendala struktural ini harus diatasi.
            Sebagai contoh, meskipun Pemerintah membangun komunikasi yang efektif dengan masyarakat Papua atau Aceh. Hal ini tidak menjamin konflik akan selesai, sebelum pemerintah memperlakukan masyarakat tersebut dengan adil.