Minggu, 04 November 2012

BAB 5 PERSEPSI : INTI KOMUNIKASI


Tugas 4/PIK/G/2012                                                            Nama : Vicky Harlanuari
                                                                                                NPM   : 210110120257

BAB 5
PERSEPSI : INTI KOMUNIKASI
            Persepsi adalah proses internal  yang memungkinkan kita memilih, mengorganisasikan, dan menafsirkan ransangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut mempengaruhi perilaku kita. Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan peyandian-balik atau Decoding dalam proses komunikasi. Persepsi dikatakan inti komunikasi karena jika persepsi kita tidak akurat, komunikasi yang terjadi tidak akan efektif. Persepsilah yang menentukan kita akan menanggapi atau mengabaikan suatu pesan.  Semakin tinggi derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan sering mereka berkomunikasi, dan sebagai konekuensinya semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau identitas.
            Beberapa pengertian persepsi menurut ahli
Brian Fellows:  Persepsi adalah proses yang memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis informasi
Kenneth Goodrace dan Edward M.Badaken: persepsi adalah sarana yang memungkinkan kita memperoleh kesadaran akan sekeliling dan lingkungan kita
Philip Goodarace  and Jennifer Follers:  persepsi adalah proses mental yang digunakan untuk mengenali ransangan
Joseph A. DeVito: Persepsi adalah proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya stimulus yang memengaruhi indera kita.
Persepsi meliputi penginderaan (sensasi) melalui alat-alat indera kita, atensi, dan interpretasi.  Kenneth K. Sereno dan Edward M. Bodaken, juga Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson, menyebutkan bahwa persepsi terdiri dari tiga aktifitas yaitu: seleksi, organisasi, dan interpretasi. Ketiga aktifitas ini tidak dapat dibedekan secara tegas, kapan suatu tahap dimulai dan kapan suatu tahap berakhir. Namun dalam beberapa kasus, ketiga tahap ini berjalan secara serempak.
Tahap terpenting dalam persepsi adalah interpretasi  suatu pesan dari slah satu atau lebih indera kita. Dan persepsi manusia sebenarnya terbagi atas dua : perspsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan persepsi terhadap manusia. Persepsi terhadap manusia kan menjadi kompleks, karena manusia bersifat dinamis.  Persepsi terhadap manusia sering disebut persepsi sosial. Persepsi terhadap lingkungan fisik berbeda dengan persepsi terhadap persepsi lingkungan sosial.  Perbedaan tersebut mencakup hal-hal sebagai berikkut:
·         Persepsi terhadap objek melalui lambang-lambang fisik, sedangkan persepsi terhadap orang melalui lambang verbal dan nonverbal. Manusia lebih aktif daripada kebanyakan objek dan lebih sulit diramalkan
·         Persepsi terhadap objek menanggapi sifat-sifat luar, sedangkan persepsi terhadap manusia menangggapisifat luar dan dalam ( perasaan, motif, harapan dan sebagainya).
·         Objek tidak beraksi, sedangkan manusia beraksi.

PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN FISIK
Persepsi sering mengecoh kita, dan itu sering disebut dengan ilusi perseptual. Dan dalam mempresepsi lingkungan fisik, kita sering melakukan kekeliruan. Dan kekeliruan itu datang dari indera kita sendiri. Kondisilah yang mempengaruhi indera kita. Selain kondisi, latar belakang pengalaman, budaya dan suasana psikologis yang berbeda antara suatu individu dengan individu yang lain juga membuat persepsi kita berbeda atas suatu objek yang kita amati, karena setiap individu tidak akan menangkap realitas yang sama atas apa yang ia amati.
     PERSEPSI SOSIAL
            Persepsi sosial adlah proses menangkap arti dari objek-objek sosial dan kejadian yang dialami dalam lingkungan kita. Manusia bersifat emosional, sehingga penilaian  terhadap mereka mengandung resiko. Setiap orang memiliki gambaran berbeda mengenai realitas di sekelilingnya. Dan akan dibahas beberapa prinsip sosial yang menjadi pembenaran atas perbedaan persepsi sosial .
     Persepsi berdasarkan pengalaman
            Pola-pola perilaku manusia berdasarkan persepsi mereka mengenai realita (sosial) yang telah dipelajari. Perssepsi seseorang mengenai suatu objek dan reaksi mereka terhadap hal-hal tersebut berdasarkan pengalaman (pembelajaran) mereka pada masa lalu.  Cara kita menaggapi suatu fenomena yang terjaadi di sekitar kita sangat bergantung pada apa yang telah diajarkan budaya kita mengenai hal-hal tersebut.
            Ketiadaan pengalaman terdahulu dalam menghadapi suatu objek  jelas akan membuat sesorang menafsirkan objek tersebut berdasaan dugaan semata, atau pengalaman yang mirip. Karena terbiasa merespon  suatu objek dengan cara tertentu, kita sering gagal mempresepsi perbedaan yang samar dalam objek lain yang mirip. Kita memperlakukan objek itu seperti sebelumnya, padahal terdapat rincian lain dalam objek tersebut .
     Persepsi bersifat selektif
            Setiap saat kita diberondong oleh bermaacam ransangan inderawi. Dan tentunya kita tidak menganggapi semua ransangan yang ada. Dan di sini kita akan belajar mengatasi kerumitan ini dengan memperhatikan sedikit saja ransangan ini. Atensi kita pada suatu ransangan merupakan faktor utama yang menentukan selektivitas kita terhadap suatu ransangan.
       Faktor internal yang mempengaruhi atensi
            Atensi dipengaruhi oleh faktor-faktor internal: faktor biologis, faktor biologis, dan faktor-faktor sosial budaya seperti gender, agama, tongkat pendidikan dll. Semakin besar aspek-aspek tersebut  antar individu, semakin besar pula persepsi mereka terhadap realitas.
            Motivasi merupakan salah satu faktor internal yang penting. Misal ketika menghadiri suatu pertemuan, keseriusan kita untuk mengikutimkita akan tergantung pada motivasi kita, misalnya pembicara membicarakan masalah gaji,yang merupakan kepentingan kita tentu akan memperhatikan pembicara tersebut. Selain motivasi, persepsi manusia juga dipengaruhi oleh pengharapan (expectation). Bila seseorang  telah belajhar mengharapkan sesuatuuntuk terjadi, mereka akan mempresepsi informasi yang menunjukkan pada mereka bahwa apa yang mereka harapkan telah terjadi. Kemudian emosi. Emosi jelas akan mempengaruhi persepsi kita. Ketika kita bahagia, kita cenderung lebih ramah kepada orang lain, namun pada saat kesal, kita cenderung mudah tersinggung bahkan marah.
     Faktor eksternal yang mempengaruhi atensi
            Atensi pada suatu objek akan dipengaruhi oleh faktor eksternal, yakni atribut-atribut objek yang dipresepsi seperti gerakan, intensitas, kontras, kebaruan, dan perulangan objek yang dipreserpsi.
     Persepsi bersifat dugaan
            Oleh karena data yang kita peroleh mengenai objek lewat penginderaan tidak pernah lengkap, maka persepsi merupakan loncatan lansung pada kesimpulan. Proses persepsi yang bersifat dugaan itu memungkinkan kita menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari suatu sudut pandang manapun. Oleh karena informasi yang lengkap tidak pernahg tersedia, dugaan diperlukan untuk membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang tidak lengkap lewat penginderaan tersebut. Kita harus mengisi kekosongan untuk melengkapi  gambaran suatu objek dan menyediakan informasi yang hilang. Dengan demikian, persepsi juga adalah proses mengorganisasikan informasi yang tersedia, menempatkan rincian yang telah kita ketahui dalam skema organisasiinal tertentu yang memungkinkan kita  memperoleh makna yang lebih umum.
       Persepsi bersifat evaluatif
            Kebanyakan orang menjalani hari-hari mereka dengan perasaan bahwa apa yang mereka persepsi adalah nyata. tidak ada persepsi yg pernah objektif.persepsi adalah proses kognitif psikologis dalam diri anda yang mencerminkan sikap,kepercayaan,nilai dan pengharapan untuk memaknai objek persepsi,
            Dengan demikian,persepi bersifat pribadi dan subjektif.  Menggunakan kata-kata Andrea L. Rich, “persepsi pada dasarnya mewakili kaedan fisik dan psikologis individu alih-alih menunjukan karakteristik dan kualitas mutlak objek yang dipersepsi”. Dengan ungkapan Carl Rogers , “ Individu bereaksi terhadap dunianya yang ia alami dan menafsirkannya dan dengan demikian dunia persptual ini, bagi individu tersebut , adalah ‘realitas’.
            Dalam konteks komunikasi massa, tidak ada satu surat kabar, majalah, radio atau televisi pun yang objektif, independen, atau netral dalam melaporkan fakta dan kejadian melalui beritanya, karena mereka pun tidak hidup dalam vakum sosial dan vakum budaya. Pada dasarnya bahasa (kata-kata) itu tidak netral. Di dalamnya ada muatan-muatan pribadi, kelompok, kultural, atau idiologis, meskipun bersifat samar. Karena itu tidak ada berita yang objekif dalam pengertian murni atau mutlak.
     Persepsi bersifat kontekstual
            Rangsangan dari luar harus diorganisasikan. Dari semua pengaruh dalam persepsi kita, konteks merupakan salah satu pengaruh paling kuat. Dalam mengorganisasikan objek, yakni meletakkanya dalam suatu konteks tertentu, kita menggunakan prinsip-prinsip berikut.
            Prinsip pertama: struktur objek atau kejadian berdasarkan prinsip kemiripan atau kedekatan dan kelengkapan. Kecenderungan ini tampaknya bersifat bawaan. Secara lebih spesifik, kita cenderung mempersepsi rangsangan yang terpisah sebagai berhubungan sejauh rangsangan-rangsangan itu berdasarkan satu sama lainnya, baik dekat secara fisik atupun dalam urutan waktu, serta mirip dalam bentuk, ukuran, warna, atau atribut lainnya.
            Prinsip kedua: kita cenderung mempersepsi suatu rangsangan atau kejadian yang terdiri dari objek dan latar (belakangnya).
     PERSEPSI DAN BUDAYA
            faktor-faktor internal bukan saja mempengaruhi atensi sebagai salah satu aspek persepsi, tetapi juga mempengaruhi persepsi kita secara keseluruhan, terutama penafsiran atas suatu rangsangan.  Faktor-faktor internal jelas mempengaruhi persepsi seseorang terhadap realitas. Dengan demikian persepsi itu terikat oleh budaya (culture-bound). Kelompok-kelompok budaya boleh jadi berbeda dalam mempersepsi kredibilitas.
            Oleh karena persepsi berdasarkan budaya yang telah dipelajari, maka persepsi seseorang atas lingkungannya bersifat subjektif. Semakin besar perbedaan budaya antara dua orang semakin besar pula perbedaan persepsi mereka terhadap realitas. Dalam konteks ini, sebenarnya budaya dianggap sebagai pola persepsi dan perilaku yang dianut sekelompok orang.
Larry A. Samovar dan Richard E. Potter mengemukakan enam unsur budaya yang secara langsung mempengaruhi persepsi kita ketika berkomunikaisi dengan orang dari budaya lain, yakni:
·         Kepercayaan (beliefs), nilai (values), dan sikap (attitudes)
·         Pandangan dunia (worldview)
·         Organisasi sosial (social organization)
·          Tabiat manusia (human nature)
·         Orientasi kegiatan (activity orientation)
·         Persepsi tentang diri dan orang lain (perception of self and others)

Kepercayaan, nilai, dan sikap
            Kepercayaa adalah anggapan subjektif bahwa suatu objek atau peristiwa punya ciri atau nilai tertentu, dengan atau tanpa bukti. Sering kepercayaan sekelompok orang atau bangsa tidak masuk akal.
 Nilai adalah komponen evaluatif dari kepercayaan kita, mencakup: kegunaan, kebaikan, estetika, dan kepuasan. Jadi nilai bersifat normatif, memberi tahu suatu anggota budaya mengenai apa yang baik dan buruk, benar dan salah, siapa yang harus dibela, apa yang harus diperjuangkan, apa yang mesti kita takuti, dan sebagainya. Nilai biasanya bersumber dari isu filosofis yang lebih besar yang merupakan bagian dari lingkungan budaya, karena itu nilai bersifat stabi dan sulit berubah.
       Pandangan dunia
            Pandangan dunia adalah orientasi budaya terhadap Tuhan, kehidupan, kematian,alam semesta, kebenaran, materi(kekayan), dan isu-isu filosofis lainnya yang berkaitan dengan kehidupan. Pandanagan dunia mencakup agama dan ideologi. Berbagai agama dunia punya konsep ketuhanan dan kenabian yang berbeda. Ideologi-idoelogi berbeda juga punya konsep berbeda mengenai hubungan antar manusia. Jelas pandangan manusia merupakan unsur penting yang memengaruhi persepsi seseorang ketika berkomunikasi dengan orang lain, khususnya  yang berbeda budaya.
       Organisasi sosial
            Organisasi sosial yang kita masuki, apakah formal atau informal,juga mempengaruhi kita dalam memperspsi dunisa dan kehidupan ini, yang pada gilirannya mempengaruhi perilaku kita. Keanggotan dalam kelas sosial juga akan mempengruhi komunikasi kita. Kelas atas cenderung bergaul dengan kelas atasnya lagi sedangkan kelas bawah cenderung bergaul dengan kelas bawah. Dan persepsi mereka tentang sebuah realitas akan berbeda pula.
       Tabiat manusia
            Pandangan kita tentang siapa kita, bagaimana sifat dan watak kita, mempengaruhi cara kita mempersepasi lingkungan fisik dan sosial kita. Orientasi manusia mengenai hubungan manusia dengan alam juga mempengaruhi persepsi mereka dalam memeperlakukan alam.
       Orientasi kegiatan
            Aspek lain yang mempengaruhi persepsi kita adalah pandangan kita terhadap aktivitas. orientasi ini paling baik dianggap suatu rentang dari Being ( siapa seseorang) hingga Doing( apa yang dilakukan sesesorang). Dalam suatu budaya mungkin terdapat dua kecenderungan ini,  namun salah satu biasanya dominan.
       Persepsi tentang diri dan orang lain
            Dalam masyarakat kolektifis , individu terikat oleh lebih sedikit kelompok, namun keterikatan pada kelompok lebih kuat dan lebih lama. Selain itu hubungan antar individu dalam kelompok bersifat total, sekaligus di lingkungan domestik dan di ruangan publik. Konsekuensi, perilaku individu sangat dipengaruhi kelompoknya. Individu tidak dianjurkan untuk menonjol sendiri. Keberhasilan individu adalah keberhasilan kelompok dan kegagalan individu juga adalah kegagalan kelompok.
Berbeda dengan manusia individualis yang hanya merasa wajib membantu keluarga langsungnya, dalam masyarakat kolektivis orang merasa wajib membantu keluarga luas, kerabat jauh, bahkan teman sekampung, dengan mencarikan pekerjaan , meskipun pekerjaan itu tidak sesuai keahliannya.
Oleh karena masyarakat kolektivis mempunyai konsep yang berbeda mengenai diri dan hubungannya dengan orang lain, mereka mengalami kesulitan dalam berkomunikasi dengan orang yang berbudaya individualis.
     KEKELIRUAN DAN KEGAGALAN PERSEPSI
            Salah satu penyebab kesalahan persepsi adalah asumsi dan pengharapan kita. Selain itu akan dibahas beberapa bentuk kekeliruan dalam mempresepsi.
     Kesalahan atribusi
            Atribusi adalah proses internal dalam diri kita untuk memahami penyebab perilaku orang lain. Dalam usaha mengetahui orang lain, kita menggunakan beberapa sumber informasi. Misalnya, kita mengamati penampilan fisik seseorang, karena faktor seperti usia, gaya pakaian, dan daya tarik dapat memberikan isyarat mengenai sifat-sifat utama mereka.  Atribusi  kita juga keliru bila kita menyangka bahwa perilaku seseorang  disebabkan oleh faktor internal, padahal justru faktor eksternal lah yang menyababkannya, atau sabaliknya kita menduga faktor eksternal yang menggerakkan seseorang, padahal faktor internal lah yang membangkitkan perilakunya.
Salah satu sumber kesalahan atribusi lainnya adalah pesan yang dipersepsi tidak utuh atau tidak lengkap, sehingga kita berusaha menafsirkan pesan tersebut dengan menafsirkan sendiri kekurangannya, atau mengisi kesenjangan dan mempersepsi rangsangan atau pola yang tidak lengkap itu sebagai lengkap.
     Efek Halo
            Kesalahan persepsi  yang sisebut efek halo (halo effect) merujuk pada fakta  bahwa begitu kita membentuk kesan menyeluruh mengenai seseorang,kesan yang menyeluruh ini cenderung menimbulkan efek yang kuat atas penilaian  kita akan sifat-sifatnya yang spesifik. 
Efek halo ini memang lazim dan berpengaruh kuat sekali pada diri kita dalam menilai orang-orang yang bersangkutan. Bila kita terkesan oleh seseorang, karena kepemimpinannya atau keahliannya dalam suatu bidang, kita cenderung memperluas kesan awal kita. Bila ia baik dalam satu hal, maka seolah-olah ia pun baik dalam hal lain.
            Kesan menyeluruh itu sering kita peroleh dari kesan pertama, yang biasanya berpengaruh kuat dan sulit digoyahkan. Para pakar menyebut hal itu sebagai “hukum keprimaan” (law of primacy).
     Stereotip
Kesulitan komunikasi akan muncul dari penstereotipan (stereo-typing), yakni menggeneralisasikan orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi mengenai mereka berdasarkan keanggotaan mereka dalam kelompok. Dengan kata lain, penstereotipan adalah proses menempatkan orang-orang dan objek-objek ke dalam kategori-kategori yang mapan, atau penilaian mengenai orang-orang atau objek-objek berdasarkan kategori-kategori yang dianggap sesuai, alih-alih berdasarkan karakteristik individual mereka.
Contoh stereotiping banyak sekali misalnya:
·         Laki- laki bepikir logis
·         Wanita bersikap emosional
·         Orang berkulit hitam pencuri
·          Orang meksiko pemalas
·         Orang yahudi cerdas
·         Orang prancis penggemar wanita,anggur dan makanan enak  
·         Orang cina pandai memasak
·          Orang batak kasar
·          Orang padang pelit
·         Orang jawa halus-pembawaan
·         Lelaki sunda suka kawin cerai dan pelit memberi uang belanja
·         Wanita jawa tidak baik menikah dengan lelaki sunda (karena suku jawa dianggap lebih tua daripada suku sunda )
·         Orang tasikmalalya tukang kredit
·          Orang berkacamata minus jenius
·         Orang berjenggot fundamentalis (padahal kambing juga berjenggot) dan lain-lain

Menurut Baron dan Paulus beberapa faktor yang tampaknya berperan dalam stereotiping, Pertama, sebagai manusia kita cenderung membagi dunia ke dalam dua kategori, kita dan mereka. Singkatnya, karena kita kekurangan informasi mengenai mereka, jadi kita menyamaratakan mereka semua. Dan kedua, stereotip tampaknya bersumber dari kecenderungankita untuk melakukan kerja kognitif sesedikit mungkin, dalam berpikir mengenai orang lain.
Pada umumnya, stereotip bersifat negatif. Stereotip ini tidaklah berbahaya sejauh kita simpan dalam kepala kita. Akan tetapi bahayanya sangat nyata bila stereotip ini diaktifkan dalam hubungan manusia. Apa yang anda persepsi sangat dipengaruhi oleh apa yang anda harapkan. Ketika anda mengharapkan orang lain berperilaku tertentu, anda mungkin mengkomunikasikan pengharapan anda kepada mereka dengan cara-cara yang sangat halus, sehingga meningkatkan kemungkinan bahwa mereka akan berperilaku sesuai dengan yang anda harapkan.
Prasangka
            Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda adalah prasangka, suatu konsep yang sangat dekat dengan stereotif. Istilah prasangka (prejudice) berasal dari kata latin praejudicium, yang berarti preseden, atau penilaian berdasarkan keputusan dan pengalaman terdahulu. Richard W. Brisilin mendefinisikan prasangka sebagai sikap tida adil,menyimpang atau tidak toleran  terhadap sekelompok orang.
            Mekipun kita cenderug mengganggap prasangka berdasarkan suatu dikotomi,yakni berprasangka atau tidak berprasangka, lebih bermanfaat untuk menganggap prasangka ini sebagai bervariasi dalam suatu rentang dari tingkat rendah hingga tingkat tinggi. Sebagaimana stereotip, prasangka ini ilmiah dan tidak terhindarkan. Penggunaan prasangka memungkinkan kita merespon lingkungan secara umum alih-alih secara khas, sehingga terlalu menyederhanakan  masalah.
       Gegar budaya
Menurut Kalvero Oberg, gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan karena hilangnya tanda-tanda yang sudah dikenal dan simbol-simbol hubungan sosial. Lundstedt mengatakan bahwa gegar budaya adalah suatu bentuk ketidakmamapuan menyesuaikan diri (personality mal-adjustment) yang merupakan suatu reaksi terhadap upaya sementara yang gagal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang-orang baru. Sedangkan menurut P. Harris dan R. Moran, gegar budaya adalah suatu trauma umum yang dialami seseorang dalam suatu budaya yang baru dan berbeda karena harus belajar dan mengatasi begitu banyak nilai budaya dan pengharapan baru, sementara nilai budaya dan pengharapan budaya lama tidak lagi sesuai.
       Meskipun gegar budaya sering dikaitkan dengan fenomena memasuki suatu budaya (yang identik dengan negara) asing, lingkungan budaya baru yang dimaksud disini sebenarnya bisa juga merujuk pada agama baru, lingkungan baru dan sebagainya.
       Kita akan mengalami gegar budaya ketika kita memasuki lingkungan budaya yang baru. Fenomena itu dapat digambarkan dalam beberapa tahap. Peter S. Alder mengemukakan lima tahap dalam pengalaman transisional yakni:
·         Kontak : ditandai dengan kesenangan, keheranan, dan kekagetan, karena kita melihat hal-hal yang esotik, unik, dan luar biasa.
·         Disintegrasi : terjadi ketika perbedaan menjadi lebih nyata ketika perilaku, nilai, dan sikap yang berbeda mengganggu realitas persepsual kita.
·         Reintegrasi : ditandai dengan penolakan atas budaya kedua. kita menolak kemiripan dan perbedaan budaya melalui penstereotipan, generalisasi, evaluasi, perilaku, dan sikap yang sserba menilai.
·         otonomi. Ditandai dengan kepekaan budaya dan keluwesan pribadi yang meningkat, pemahaman atas budaya baru, dan kemampuan menyesuaikan diri dengan budaya baru kita
·         independensi : ketika kita lebih menghargai kemiripan dan perbedaan budaya, bahkan menikmatinya.
                        Gegar budaya  ini dalam berbagai bentuknya adalah fenomena yang alamiah. Intensitasnya dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang pada dasarnya terbagi atas dua yakni faktor internal (ciri-ciri kepribadian orang yang bersangkutan) dan faktor eksternal (kerumitan budaya atau lingkungan baru yang dimasuki). Tidak ada kepastian kapan gegar budaya akan muncul dihitung sejak kita memasuki budaya lain. Berbagai penelitian empiris membuktikan bahwa gegar budaya merupakan titik pangkal untuk mengembangkan kepribadian dan wawasan budaya kita, sehingga kita  dapat menjadi orang-orang yang luwes dan terampil dalam bergaul dengan orang-orang dari berbagai budaya, tanpa harus mengorbankan nilai-nilai budaya kita sendiri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar