Tugas 4/PIK/G/2012 Nama : Vicky Harlanuari
NPM : 210110120257
BAB 5
PERSEPSI : INTI KOMUNIKASI
Persepsi adalah proses internal yang memungkinkan kita memilih,
mengorganisasikan, dan menafsirkan ransangan dari lingkungan kita, dan proses tersebut
mempengaruhi perilaku kita. Persepsi adalah inti komunikasi, sedangkan
penafsiran (interpretasi) adalah inti persepsi, yang identik dengan
peyandian-balik atau Decoding dalam proses komunikasi. Persepsi dikatakan inti
komunikasi karena jika persepsi kita tidak akurat, komunikasi yang terjadi
tidak akan efektif. Persepsilah yang menentukan kita akan menanggapi atau
mengabaikan suatu pesan. Semakin tinggi
derajat kesamaan persepsi antar individu, semakin mudah dan sering mereka
berkomunikasi, dan sebagai konekuensinya semakin cenderung membentuk kelompok
budaya atau identitas.
Beberapa pengertian persepsi menurut ahli
Brian
Fellows: Persepsi adalah proses yang
memungkinkan suatu organisme menerima dan menganalisis informasi
Kenneth
Goodrace dan Edward M.Badaken: persepsi adalah sarana yang memungkinkan kita
memperoleh kesadaran akan sekeliling dan lingkungan kita
Philip
Goodarace and Jennifer Follers: persepsi adalah proses mental yang digunakan
untuk mengenali ransangan
Joseph
A. DeVito: Persepsi adalah proses yang menjadikan kita sadar akan banyaknya
stimulus yang memengaruhi indera kita.
Persepsi
meliputi penginderaan (sensasi) melalui alat-alat indera kita, atensi, dan
interpretasi. Kenneth K. Sereno dan
Edward M. Bodaken, juga Judy C. Pearson dan Paul E. Nelson, menyebutkan bahwa
persepsi terdiri dari tiga aktifitas yaitu: seleksi, organisasi, dan
interpretasi. Ketiga aktifitas ini tidak dapat dibedekan secara tegas, kapan
suatu tahap dimulai dan kapan suatu tahap berakhir. Namun dalam beberapa kasus,
ketiga tahap ini berjalan secara serempak.
Tahap
terpenting dalam persepsi adalah interpretasi
suatu pesan dari slah satu atau lebih indera kita. Dan persepsi manusia
sebenarnya terbagi atas dua : perspsi terhadap objek (lingkungan fisik) dan persepsi
terhadap manusia. Persepsi terhadap manusia kan menjadi kompleks, karena
manusia bersifat dinamis. Persepsi
terhadap manusia sering disebut persepsi sosial. Persepsi terhadap lingkungan
fisik berbeda dengan persepsi terhadap persepsi lingkungan sosial. Perbedaan tersebut mencakup hal-hal sebagai
berikkut:
·
Persepsi terhadap objek melalui
lambang-lambang fisik, sedangkan persepsi terhadap orang melalui lambang verbal
dan nonverbal. Manusia lebih aktif daripada kebanyakan objek dan lebih sulit
diramalkan
·
Persepsi terhadap objek menanggapi
sifat-sifat luar, sedangkan persepsi terhadap manusia menangggapisifat luar dan
dalam ( perasaan, motif, harapan dan sebagainya).
·
Objek tidak beraksi, sedangkan manusia
beraksi.
PERSEPSI TERHADAP LINGKUNGAN FISIK
Persepsi
sering mengecoh kita, dan itu sering disebut dengan ilusi perseptual. Dan dalam
mempresepsi lingkungan fisik, kita sering melakukan kekeliruan. Dan kekeliruan
itu datang dari indera kita sendiri. Kondisilah yang mempengaruhi indera kita.
Selain kondisi, latar belakang pengalaman, budaya dan suasana psikologis yang
berbeda antara suatu individu dengan individu yang lain juga membuat persepsi
kita berbeda atas suatu objek yang kita amati, karena setiap individu tidak
akan menangkap realitas yang sama atas apa yang ia amati.
PERSEPSI
SOSIAL
Persepsi sosial adlah proses menangkap arti dari
objek-objek sosial dan kejadian yang dialami dalam lingkungan kita. Manusia
bersifat emosional, sehingga penilaian
terhadap mereka mengandung resiko. Setiap orang memiliki gambaran
berbeda mengenai realitas di sekelilingnya. Dan akan dibahas beberapa prinsip
sosial yang menjadi pembenaran atas perbedaan persepsi sosial .
Persepsi
berdasarkan pengalaman
Pola-pola perilaku manusia
berdasarkan persepsi mereka mengenai realita (sosial) yang telah dipelajari.
Perssepsi seseorang mengenai suatu objek dan reaksi mereka terhadap hal-hal
tersebut berdasarkan pengalaman (pembelajaran) mereka pada masa lalu. Cara kita menaggapi suatu fenomena yang
terjaadi di sekitar kita sangat bergantung pada apa yang telah diajarkan budaya
kita mengenai hal-hal tersebut.
Ketiadaan
pengalaman terdahulu dalam menghadapi suatu objek jelas akan membuat sesorang menafsirkan objek
tersebut berdasaan dugaan semata, atau pengalaman yang mirip. Karena terbiasa
merespon suatu objek dengan cara
tertentu, kita sering gagal mempresepsi perbedaan yang samar dalam objek lain
yang mirip. Kita memperlakukan objek itu seperti sebelumnya, padahal terdapat
rincian lain dalam objek tersebut .
Persepsi
bersifat selektif
Setiap
saat kita diberondong oleh bermaacam ransangan inderawi. Dan tentunya kita
tidak menganggapi semua ransangan yang ada. Dan di sini kita akan belajar
mengatasi kerumitan ini dengan memperhatikan sedikit saja ransangan ini. Atensi
kita pada suatu ransangan merupakan faktor utama yang menentukan selektivitas
kita terhadap suatu ransangan.
Faktor
internal yang mempengaruhi atensi
Atensi dipengaruhi oleh
faktor-faktor internal: faktor biologis, faktor biologis, dan faktor-faktor
sosial budaya seperti gender, agama, tongkat pendidikan dll. Semakin besar
aspek-aspek tersebut antar individu,
semakin besar pula persepsi mereka terhadap realitas.
Motivasi merupakan salah satu faktor
internal yang penting. Misal ketika menghadiri suatu pertemuan, keseriusan kita
untuk mengikutimkita akan tergantung pada motivasi kita, misalnya pembicara
membicarakan masalah gaji,yang merupakan kepentingan kita tentu akan
memperhatikan pembicara tersebut. Selain motivasi, persepsi manusia juga
dipengaruhi oleh pengharapan (expectation). Bila seseorang telah belajhar mengharapkan sesuatuuntuk
terjadi, mereka akan mempresepsi informasi yang menunjukkan pada mereka bahwa
apa yang mereka harapkan telah terjadi. Kemudian emosi. Emosi jelas akan
mempengaruhi persepsi kita. Ketika kita bahagia, kita cenderung lebih ramah
kepada orang lain, namun pada saat kesal, kita cenderung mudah tersinggung
bahkan marah.
Faktor
eksternal yang mempengaruhi atensi
Atensi pada suatu objek akan
dipengaruhi oleh faktor eksternal, yakni atribut-atribut objek yang dipresepsi
seperti gerakan, intensitas, kontras, kebaruan, dan perulangan objek yang
dipreserpsi.
Persepsi
bersifat dugaan
Oleh karena data yang kita peroleh
mengenai objek lewat penginderaan tidak pernah lengkap, maka persepsi merupakan
loncatan lansung pada kesimpulan. Proses persepsi yang bersifat dugaan itu
memungkinkan kita menafsirkan suatu objek dengan makna yang lebih lengkap dari
suatu sudut pandang manapun. Oleh karena informasi yang lengkap tidak pernahg
tersedia, dugaan diperlukan untuk membuat kesimpulan berdasarkan informasi yang
tidak lengkap lewat penginderaan tersebut. Kita harus mengisi kekosongan untuk
melengkapi gambaran suatu objek dan menyediakan
informasi yang hilang. Dengan demikian, persepsi juga adalah proses
mengorganisasikan informasi yang tersedia, menempatkan rincian yang telah kita
ketahui dalam skema organisasiinal tertentu yang memungkinkan kita memperoleh makna yang lebih umum.
Persepsi
bersifat evaluatif
Kebanyakan orang menjalani hari-hari mereka dengan
perasaan bahwa apa yang mereka persepsi adalah nyata. tidak ada persepsi yg
pernah objektif.persepsi adalah proses kognitif psikologis dalam diri anda yang
mencerminkan sikap,kepercayaan,nilai dan pengharapan untuk memaknai objek
persepsi,
Dengan
demikian,persepi bersifat pribadi dan subjektif. Menggunakan
kata-kata Andrea L. Rich, “persepsi pada dasarnya mewakili kaedan fisik
dan psikologis individu alih-alih menunjukan karakteristik dan kualitas mutlak
objek yang dipersepsi”. Dengan ungkapan Carl Rogers , “ Individu bereaksi
terhadap dunianya yang ia alami dan menafsirkannya dan dengan demikian dunia
persptual ini, bagi individu tersebut , adalah ‘realitas’.
Dalam
konteks komunikasi massa, tidak ada satu surat kabar, majalah, radio atau
televisi pun yang objektif, independen, atau netral dalam melaporkan fakta dan
kejadian melalui beritanya, karena mereka pun tidak hidup dalam vakum sosial
dan vakum budaya. Pada dasarnya bahasa (kata-kata) itu tidak netral. Di
dalamnya ada muatan-muatan pribadi, kelompok, kultural, atau idiologis,
meskipun bersifat samar. Karena itu tidak ada berita yang objekif dalam
pengertian murni atau mutlak.
Persepsi
bersifat kontekstual
Rangsangan dari luar harus diorganisasikan. Dari semua
pengaruh dalam persepsi kita, konteks merupakan salah satu pengaruh paling
kuat. Dalam mengorganisasikan objek, yakni meletakkanya dalam suatu konteks
tertentu, kita menggunakan prinsip-prinsip berikut.
Prinsip
pertama: struktur objek atau kejadian berdasarkan prinsip kemiripan atau
kedekatan dan kelengkapan. Kecenderungan ini tampaknya bersifat bawaan.
Secara lebih spesifik, kita cenderung mempersepsi rangsangan yang terpisah
sebagai berhubungan sejauh rangsangan-rangsangan itu berdasarkan satu sama
lainnya, baik dekat secara fisik atupun dalam urutan waktu, serta mirip dalam
bentuk, ukuran, warna, atau atribut lainnya.
Prinsip
kedua: kita cenderung mempersepsi suatu rangsangan atau kejadian yang terdiri
dari objek dan latar (belakangnya).
PERSEPSI
DAN BUDAYA
faktor-faktor
internal bukan saja mempengaruhi atensi sebagai salah satu aspek persepsi,
tetapi juga mempengaruhi persepsi kita secara keseluruhan, terutama penafsiran
atas suatu rangsangan. Faktor-faktor
internal jelas mempengaruhi persepsi seseorang terhadap realitas. Dengan
demikian persepsi itu terikat oleh budaya (culture-bound). Kelompok-kelompok
budaya boleh jadi berbeda dalam mempersepsi kredibilitas.
Oleh
karena persepsi berdasarkan budaya yang telah dipelajari, maka persepsi
seseorang atas lingkungannya bersifat subjektif. Semakin besar perbedaan budaya
antara dua orang semakin besar pula perbedaan persepsi mereka terhadap
realitas. Dalam konteks ini, sebenarnya budaya dianggap sebagai pola persepsi
dan perilaku yang dianut sekelompok orang.
Larry
A. Samovar dan Richard E. Potter mengemukakan enam unsur budaya yang secara
langsung mempengaruhi persepsi kita ketika berkomunikaisi dengan orang dari
budaya lain, yakni:
·
Kepercayaan (beliefs), nilai (values), dan
sikap (attitudes)
·
Pandangan dunia (worldview)
·
Organisasi sosial (social organization)
·
Tabiat manusia (human nature)
·
Orientasi kegiatan (activity orientation)
·
Persepsi tentang diri dan orang lain
(perception of self and others)
Kepercayaan, nilai, dan sikap
Kepercayaa
adalah anggapan subjektif bahwa suatu objek atau peristiwa punya ciri atau
nilai tertentu, dengan atau tanpa bukti. Sering kepercayaan sekelompok orang
atau bangsa tidak masuk akal.
Nilai
adalah komponen evaluatif dari kepercayaan kita, mencakup: kegunaan, kebaikan,
estetika, dan kepuasan. Jadi nilai bersifat normatif, memberi tahu suatu
anggota budaya mengenai apa yang baik dan buruk, benar dan salah, siapa yang
harus dibela, apa yang harus diperjuangkan, apa yang mesti kita takuti, dan
sebagainya. Nilai biasanya bersumber dari isu filosofis yang lebih besar yang
merupakan bagian dari lingkungan budaya, karena itu nilai bersifat stabi dan
sulit berubah.
Pandangan
dunia
Pandangan dunia adalah orientasi budaya terhadap Tuhan,
kehidupan, kematian,alam semesta, kebenaran, materi(kekayan), dan isu-isu
filosofis lainnya yang berkaitan dengan kehidupan. Pandanagan dunia mencakup
agama dan ideologi. Berbagai agama dunia punya konsep ketuhanan dan kenabian
yang berbeda. Ideologi-idoelogi berbeda juga punya konsep berbeda mengenai
hubungan antar manusia. Jelas pandangan manusia merupakan unsur penting yang
memengaruhi persepsi seseorang ketika berkomunikasi dengan orang lain,
khususnya yang berbeda budaya.
Organisasi
sosial
Organisasi sosial yang kita masuki, apakah formal atau
informal,juga mempengaruhi kita dalam memperspsi dunisa dan kehidupan ini, yang
pada gilirannya mempengaruhi perilaku kita. Keanggotan dalam kelas sosial juga
akan mempengruhi komunikasi kita. Kelas atas cenderung bergaul dengan kelas
atasnya lagi sedangkan kelas bawah cenderung bergaul dengan kelas bawah. Dan
persepsi mereka tentang sebuah realitas akan berbeda pula.
Tabiat
manusia
Pandangan
kita tentang siapa kita, bagaimana sifat dan watak kita, mempengaruhi cara kita
mempersepasi lingkungan fisik dan sosial kita. Orientasi manusia mengenai
hubungan manusia dengan alam juga mempengaruhi persepsi mereka dalam
memeperlakukan alam.
Orientasi
kegiatan
Aspek
lain yang mempengaruhi persepsi kita adalah pandangan kita terhadap aktivitas.
orientasi ini paling baik dianggap suatu rentang dari Being ( siapa
seseorang) hingga Doing( apa yang dilakukan sesesorang). Dalam suatu budaya
mungkin terdapat dua kecenderungan ini, namun salah satu biasanya
dominan.
Persepsi
tentang diri dan orang lain
Dalam masyarakat kolektifis ,
individu terikat oleh lebih sedikit kelompok, namun keterikatan pada kelompok
lebih kuat dan lebih lama. Selain itu hubungan antar individu dalam kelompok
bersifat total, sekaligus di lingkungan domestik dan di ruangan publik.
Konsekuensi, perilaku individu sangat dipengaruhi kelompoknya. Individu tidak
dianjurkan untuk menonjol sendiri. Keberhasilan individu adalah keberhasilan
kelompok dan kegagalan individu juga adalah kegagalan kelompok.
Berbeda
dengan manusia individualis yang hanya merasa wajib membantu keluarga
langsungnya, dalam masyarakat kolektivis orang merasa wajib membantu keluarga
luas, kerabat jauh, bahkan teman sekampung, dengan mencarikan pekerjaan ,
meskipun pekerjaan itu tidak sesuai keahliannya.
Oleh
karena masyarakat kolektivis mempunyai konsep yang berbeda mengenai diri dan
hubungannya dengan orang lain, mereka mengalami kesulitan dalam berkomunikasi
dengan orang yang berbudaya individualis.
KEKELIRUAN
DAN KEGAGALAN PERSEPSI
Salah satu penyebab kesalahan
persepsi adalah asumsi dan pengharapan kita. Selain itu akan dibahas beberapa
bentuk kekeliruan dalam mempresepsi.
Kesalahan
atribusi
Atribusi adalah proses internal dalam diri kita untuk
memahami penyebab perilaku orang lain. Dalam usaha mengetahui orang lain, kita
menggunakan beberapa sumber informasi. Misalnya, kita mengamati penampilan
fisik seseorang, karena faktor seperti usia, gaya pakaian, dan daya tarik dapat
memberikan isyarat mengenai sifat-sifat utama mereka. Atribusi
kita juga keliru bila kita menyangka bahwa perilaku
seseorang disebabkan oleh faktor internal, padahal justru faktor
eksternal lah yang menyababkannya, atau sabaliknya kita menduga faktor
eksternal yang menggerakkan seseorang, padahal faktor internal lah yang
membangkitkan perilakunya.
Salah
satu sumber kesalahan atribusi lainnya adalah pesan yang dipersepsi tidak utuh
atau tidak lengkap, sehingga kita berusaha menafsirkan pesan tersebut dengan
menafsirkan sendiri kekurangannya, atau mengisi kesenjangan dan mempersepsi
rangsangan atau pola yang tidak lengkap itu sebagai lengkap.
Efek
Halo
Kesalahan persepsi yang sisebut efek halo
(halo effect) merujuk pada fakta bahwa begitu kita membentuk kesan
menyeluruh mengenai seseorang,kesan yang menyeluruh ini cenderung menimbulkan
efek yang kuat atas penilaian kita akan sifat-sifatnya yang
spesifik.
Efek
halo ini memang lazim dan berpengaruh kuat sekali pada diri kita dalam menilai
orang-orang yang bersangkutan. Bila kita terkesan oleh seseorang, karena
kepemimpinannya atau keahliannya dalam suatu bidang, kita cenderung memperluas
kesan awal kita. Bila ia baik dalam satu hal, maka seolah-olah ia pun baik
dalam hal lain.
Kesan
menyeluruh itu sering kita peroleh dari kesan pertama, yang biasanya
berpengaruh kuat dan sulit digoyahkan. Para pakar menyebut hal itu sebagai
“hukum keprimaan” (law of primacy).
Stereotip
Kesulitan
komunikasi akan muncul dari penstereotipan (stereo-typing), yakni menggeneralisasikan
orang-orang berdasarkan sedikit informasi dan membentuk asumsi mengenai mereka
berdasarkan keanggotaan mereka dalam kelompok. Dengan kata lain, penstereotipan
adalah proses menempatkan orang-orang dan objek-objek ke dalam kategori-kategori
yang mapan, atau penilaian mengenai orang-orang atau objek-objek berdasarkan
kategori-kategori yang dianggap sesuai, alih-alih berdasarkan karakteristik
individual mereka.
Contoh
stereotiping banyak sekali misalnya:
·
Laki- laki bepikir logis
·
Wanita bersikap emosional
·
Orang berkulit hitam pencuri
·
Orang meksiko pemalas
·
Orang yahudi cerdas
·
Orang prancis penggemar wanita,anggur dan
makanan enak
·
Orang cina pandai memasak
·
Orang batak kasar
·
Orang padang pelit
·
Orang jawa halus-pembawaan
·
Lelaki sunda suka kawin cerai dan pelit
memberi uang belanja
·
Wanita jawa tidak baik menikah dengan lelaki
sunda (karena suku jawa dianggap lebih tua daripada suku sunda )
·
Orang tasikmalalya tukang kredit
·
Orang berkacamata minus jenius
·
Orang berjenggot fundamentalis (padahal
kambing juga berjenggot) dan lain-lain
Menurut
Baron dan Paulus beberapa faktor yang tampaknya berperan dalam stereotiping,
Pertama, sebagai manusia kita cenderung membagi dunia ke dalam dua kategori,
kita dan mereka. Singkatnya, karena kita kekurangan informasi mengenai mereka,
jadi kita menyamaratakan mereka semua. Dan kedua, stereotip tampaknya bersumber
dari kecenderungankita untuk melakukan kerja kognitif sesedikit mungkin, dalam
berpikir mengenai orang lain.
Pada
umumnya, stereotip bersifat negatif. Stereotip ini tidaklah berbahaya sejauh
kita simpan dalam kepala kita. Akan tetapi bahayanya sangat nyata bila
stereotip ini diaktifkan dalam hubungan manusia. Apa yang anda persepsi sangat
dipengaruhi oleh apa yang anda harapkan. Ketika anda mengharapkan orang lain
berperilaku tertentu, anda mungkin mengkomunikasikan pengharapan anda kepada
mereka dengan cara-cara yang sangat halus, sehingga meningkatkan kemungkinan
bahwa mereka akan berperilaku sesuai dengan yang anda harapkan.
Prasangka
Suatu kekeliruan persepsi terhadap orang yang berbeda
adalah prasangka, suatu konsep yang sangat dekat dengan stereotif. Istilah
prasangka (prejudice) berasal dari kata latin praejudicium, yang berarti
preseden, atau penilaian berdasarkan keputusan dan pengalaman terdahulu.
Richard W. Brisilin mendefinisikan prasangka sebagai sikap tida
adil,menyimpang atau tidak toleran terhadap sekelompok orang.
Mekipun kita cenderug mengganggap prasangka berdasarkan
suatu dikotomi,yakni berprasangka atau tidak berprasangka, lebih bermanfaat
untuk menganggap prasangka ini sebagai bervariasi dalam suatu rentang dari
tingkat rendah hingga tingkat tinggi. Sebagaimana stereotip, prasangka ini
ilmiah dan tidak terhindarkan. Penggunaan prasangka memungkinkan kita merespon
lingkungan secara umum alih-alih secara khas, sehingga terlalu
menyederhanakan masalah.
Gegar
budaya
Menurut
Kalvero Oberg, gegar budaya ditimbulkan oleh kecemasan karena hilangnya
tanda-tanda yang sudah dikenal dan simbol-simbol hubungan sosial. Lundstedt
mengatakan bahwa gegar budaya adalah suatu bentuk ketidakmamapuan menyesuaikan
diri (personality mal-adjustment) yang merupakan suatu reaksi terhadap upaya
sementara yang gagal untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dan orang-orang
baru. Sedangkan menurut P. Harris dan R. Moran, gegar budaya adalah suatu
trauma umum yang dialami seseorang dalam suatu budaya yang baru dan berbeda
karena harus belajar dan mengatasi begitu banyak nilai budaya dan pengharapan
baru, sementara nilai budaya dan pengharapan budaya lama tidak lagi sesuai.
Meskipun gegar budaya sering dikaitkan
dengan fenomena memasuki suatu budaya (yang identik dengan negara) asing,
lingkungan budaya baru yang dimaksud disini sebenarnya bisa juga merujuk pada
agama baru, lingkungan baru dan sebagainya.
Kita akan mengalami gegar budaya ketika
kita memasuki lingkungan budaya yang baru. Fenomena itu dapat digambarkan dalam
beberapa tahap. Peter S. Alder mengemukakan lima tahap dalam pengalaman
transisional yakni:
·
Kontak : ditandai dengan kesenangan,
keheranan, dan kekagetan, karena kita melihat hal-hal yang esotik, unik, dan
luar biasa.
·
Disintegrasi : terjadi ketika perbedaan
menjadi lebih nyata ketika perilaku, nilai, dan sikap yang berbeda mengganggu
realitas persepsual kita.
·
Reintegrasi : ditandai dengan penolakan atas
budaya kedua. kita menolak kemiripan dan perbedaan budaya melalui
penstereotipan, generalisasi, evaluasi, perilaku, dan sikap yang sserba
menilai.
·
otonomi.
Ditandai dengan kepekaan budaya dan keluwesan pribadi yang meningkat, pemahaman
atas budaya baru, dan kemampuan menyesuaikan diri dengan budaya baru kita
·
independensi :
ketika kita lebih menghargai kemiripan dan perbedaan budaya, bahkan
menikmatinya.
Gegar budaya
ini dalam berbagai bentuknya adalah fenomena yang alamiah. Intensitasnya
dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang pada dasarnya terbagi atas dua yakni
faktor internal (ciri-ciri kepribadian orang yang bersangkutan) dan faktor
eksternal (kerumitan budaya atau lingkungan baru yang dimasuki). Tidak ada
kepastian kapan gegar budaya akan muncul dihitung sejak kita memasuki budaya
lain. Berbagai penelitian empiris membuktikan bahwa gegar budaya merupakan
titik pangkal untuk mengembangkan kepribadian dan wawasan budaya kita, sehingga
kita dapat menjadi orang-orang yang
luwes dan terampil dalam bergaul dengan orang-orang dari berbagai budaya, tanpa
harus mengorbankan nilai-nilai budaya kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar